REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM — Korban meninggal dari serangan udara Israel di rumah sakit Gaza, sejauh ini merupakan yang tertinggi dari insiden tunggal di Gaza Palestina selama serangan Israel.
Disebutkan, 500 korban meninggal dunia dalam serangan mengerikan pada Selasa malam itu. Kepala Bedah Ortopedi di Rumah Sakit Al Ahli Arab di Gaza, Fadel Naim, baru saja menyelesaikan prosedur ketika dia mendengar ledakan besar dan departemennya dipenuhi dengan orang-orang yang berteriak minta tolong.
"Orang-orang berlari ke departemen operasi berteriak bantu kami, bantu kami, ada orang yang terbunuh dan terluka di dalam rumah sakit," katanya pada Rabu.
"Rumah sakit itu penuh dengan mayat dan luka-luka, mayat yang terpotong-potong," katanya. "Kami mencoba menyelamatkan siapa pun yang bisa diselamatkan tetapi jumlahnya terlalu besar untuk tim rumah sakit,” ujarnya dilansir dari TRT World, Kamis (19/10/2023).
Serangan Israel di Rumah Sakit Arab Al Ahli menewaskan ratusan orang Palestina dan menggagalkan misi diplomatik Presiden AS Joe Biden.
Biden tiba di Tel Aviv pada Rabu kemarin, untuk menenangkan wilayah tersebut tetapi serangan Israel terhadap rumah sakit, membuat para pemimpin Arab membatalkan pertemuan darurat itu.
Dokter Ibrahim al Naqa bangga dengan rumah sakit berusia 100 tahun itu. Di wilayah konflik, itu menyambut semua agama dan menawarkan kepada pasien baik gereja dan maupun masjid.
Baca juga: Temuan Arkeologis Barat Ini Kuatkan 15 Fakta Kerajaan Saba yang Dikisahkan Alquran
Pada Selasa, orang-orang yang mencari perlindungan dari pemboman Israel masuk ke rumah sakit sampai kematian pun merenggut mereka. Darah bernoda dinding dan tanah di tempat yang biasanya damai yang membantu pasien pulih.
"Tempat ini menciptakan tempat yang aman bagi wanita dan anak-anak, mereka yang lolos dari pemboman Israel ke rumah sakit ini, mereka yang melihat tempat ini sebagai tempat yang aman," kata Naqa.
"Tanpa peringatan rumah sakit ini menjadi sasaran. Kami tidak tahu apa yang disebut cangkangnya tetapi kami melihat hasilnya ketika menargetkan anak-anak dan merobek tubuh mereka menjadi beberapa bagian."
Wilayah dalam krisis