Jumat 20 Oct 2023 06:15 WIB

Gerakan Buruh Dinilai Hadapi Sejumlah Tantangan dalam Pemilu 2024

Upah murah sebagai bagian fleksibilitas pasar tenaga kerja menyuburkan politik uang.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Orasi peserta Pawai Budaya Kelas Pekerja untuk memperingati Hari Buruh di Titik Nol Yogyakarta, Senin (1/4/2023).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Orasi peserta Pawai Budaya Kelas Pekerja untuk memperingati Hari Buruh di Titik Nol Yogyakarta, Senin (1/4/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menggelar diskusi publik di DPRD Kota Yogyakarta, Kamis (19/10/2023). Diskusi tersebut menyoroti soal tantangan dan peluang gerakan buruh dalam pemilu 2024.

"Buruh dan politik adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam sejarahnya, gerakan buruh berwatak idelogis dan politis.  Dalam arti selain memperjuangkan kondisi kerja yang baik, gerakan buruh juga menuntut kemerdekaan," kata Ketua Exco Partai Buruh DIY, yang juga tergabung dalam MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, dalam keterangannya.

Baca Juga

Irsad mengatakan dalam menghadapi politik elektoral dan pemilu 2024, tantangan yang harus dihadapi gerakan buruh adalah fleksibiltas pasar tenaga kerja yang turut mempengaruhi prilaku politik buruh. Upah murah sebagai bagian dari fleksibilitas pasar tenaga kerja turut menyuburkan politik uang. Ia menambahkan, tantangan lainnya adalah masih terfragmentasinya gerakan buruh itu sendiri.

Irsad juga menuturkan bahwa salah satu strategi utama kekuatan politik oligarkis adalah mengandalkan politik uang. Maka salah satu fokus gerakan buruh adalah kampanye pemilu berintegritas dan 'no money politics'. 

"Oleh karena itu kami akan mencoba bekerjasama dengan Bawaslu agar lebih optimal dalam mencegah politik uang. Selain itu, basis-basis Serikat Buruh akan kami dorong menjadi Kawasan Bebas Politik Uang," ungkap Irsad.

Ketua DPRD Kota Yogyakarta Danang Rudyatmoko mengatakan bahwa semua partai politik di Indonesia mengalami pasang dan surut. Menurut dia, buruh dan politik bisa dirunut sejak zaman penjajahan, yaitu saat Sarekat Islam turut mengorganisir buruh.

Sementara itu Akademisi UMY, Tunjung Laksono menjelaskan bahwa di ranah kebijakan, buruh menunjukkan keberhasilan dengan kemampuan memprakarsai lahirnya berbagai peraturan perundangan yang tidak hanya berdampak bagi kalangan buruh tetapi juga bagi masyarakat luas.  Mobilisasi buruh dalam kampanye jaminan sosial berhasil memaksa pemerintah untuk mengesahkan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.  Namun keberhasilan dalam ranah kebijakan tersebut gagal direplikasi dalam ranah politik elektoral.

Tunjung menambahkan terdapat peluang bagi gerakan buruh di pemilu 2024. Partai Buruh yang dideklarasikan pada 5 Oktober 2021 lalu dinilai memiliki trajektori yang berbeda dengan pembentukan partai-partai politik lain di Indonesia, khususnya di era reformasi. 

"Partai-partai politik lain terbentuk sebagai hasil dari faksionalisasi, konflik internal, ataupun dibentuk secara top-down oleh elite bisnis tertentu  Sementara Partai Buruh terbentuk sebagai salah satu ekspresi kekecewaan atas sebuah kebijakan negara dalam ketenagakerjaan seperti UU Cipta Kerja," kata Tunjung. 

Belajar dari pengalaman Buruh Go Politics pada Pemilu, akademisi UGM Amalinda Savirani menawarkan alternatif pendanaan politik bagi para caleg buruh, yaitu fund rising melalui merchandise. Selain itu, dia juga menjelaskan bahwa Buruh Go Politics bukan gerakan instan jangka pendek, tapi berorientasi jangka panjang.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement