Jumat 20 Oct 2023 07:59 WIB

Tips dari Psikolog UGM bagi Media Massa untuk Cegah Bunuh Diri

Wartawan akan melanjutkan hidup seperti biasa setelah artikel terbit, tapi orang yang menjadi sorotan akan terhubung dalam jangka waktu panjang.

Rep: Heri Purwata/ Red: Partner
.
Foto: network /Heri Purwata
.

Ilustrasi seseorang bunuh diri dengan cara melompat dari gedung tinggi.

JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Kasus bunuh diri yang dilakukan remaja akhir-akhir ini semakin meningkat. Media massa memiliki peran besar dalam mencegah kasus bunuh diri terulang di masa datang yang dikemas dalam sajian tulisan-tulisan solutif.

Sedikitnya ada empat tips yang disarankan Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk mencegah tindakan bunuh diri. Berikut empat tips yang disarankan oleh Manajer Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., Psikolog.

BACA JUGA : Pakar UGM: Kenali Gejala Gangguan Kesehatan Mental Remaja Sejak Dini

Pertama, melakukan pembatasan terhadap akses sarana prasarana tindak bunuh diri. Kedua, interaksi yang intensif dengan media untuk pelaporan bunuh diri yang profesional dan bertanggung jawab. Ketiga, mengembangkan life-skill/kecakapan hidup sosio-emosional pada remaja. Keempat, melakukan identifikasi/deteksi dini, observasi, mengelola tindak lanjut untuk para individu yang terpengaruh dengan tindak bunuh diri.

Nurul Kusuma Hidayati menyampaikan empat tips tersebut pada Sekolah Wartawan yang berlangsung di Ruang Forum Wartawan Kampus Universitas Gadjah Mada (Fortakgama) Yogyakarta, Kamis (19/10/2023). Menurut Nurul, media massa memiliki peran strategis dalam memengaruhi persepsi masyarakat terkait bunuh diri.

Narasi berita yang disampaikan bisa menjadi alat advokasi, sekaligus memiliki dampak negatif. “Apakah tulisan itu pengaruh positif atau negatif tergantung bagaimana jurnalisme menarasikannya,” kata Nurul.

Sekolah Wartawan yang dilaksanakan Humas UGM ini mengangkat tema 'Etika Pemberitaan di Media Terkait Kesehatan Mental dan Bunuh Diri. Kegiatan ini diselenggarakan untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan baru bagi insan media terkait pemberitaan bunuh diri agar tidak memicu perilaku bunuh diri.

BACA JUGA : Aplikasi Telemedicine Permudah Masyarakat Dapatkan Layanan Kesehatan

Nurul menyebutkan'paparan kasus bunuh diri atau perilaku bunuh diri bisa berasal dari mana saja, mulai dari lingkungan keluarga, pertemanan sebaya hingga tayangan media. Paparan tersebut berpotensi meningkatkan kasus bunuh diri dan perilaku bunuh diri. Demikian halnya penyampaian informasi melalui berita di media jika tidak disampaikan dengan baik dapat memicu terjadinya copycat suicide.

“Pemberitaan bunuh diri di media ini berpotensi meningkatkan terjadinya copycat suicide atau tindakan bunuh diri yang dilatarbelakangi meniru kasus bunuh diri sebelumnya,” jelas Nurul.

Karenanya Nurul mengharapkan agar pemberitaan di media massa seyogianya mempertimbangkan apakah akan memperkuat atau justru melawan stigma. Selain itu juga penting dalam pemilihan kata agar tidak memengaruhi persepsi seseorang untuk melakukan bunuh diri. Serta meminta persetujuan narasumber dan memerhatikan dampak jangka panjang terhadap artikel yang diterbitkan.

“Wartawan akan melanjutkan hidup seperti biasa setelah artikel terbit. Namun orang-orang yang menjadi sorotan di dalamnya akan terus terhubung dengan pemberitaannya dalam jangka waktu yang panjang,” kata Nurul.

BACA JUGA : Prof Khang Tsung Fei : Perlu Mendesain Penelitian Statistik untuk Kesehatan

Nurul menambahkan agar insan media saat menulis berita terkait bunuh diri dan kesehatan mental perlu mempertimbangkan soal trauma. Apakah proses pelaporan baik wawancara atau foto akan membuat seseorang mengalami trauma, teringat kembali pada apa yang pernah terjadi.

Pemberitaan bunuh diri, kata Nurul, seharusnya tidak terbatas pada efek yang merugikan saja. Tetapi juga dibarengi dengan liputan tentang cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi seseorang sehingga bisa mencegah tindakan bunuh diri.

“Penyampaian berita tentang bunuh diri oleh media juga bisa memiliki efek protektif. Di antaranya, bagaimana deteksi dini bunuh diri, bagaimana saat menghadapi situasi sulit dan cara memecahkannya, dan lain-lainnya,” terang Nurul. (*)

Sekolah Wartawan di Ruang Fortakgama Yogyakarta, Kamis (19/10/2023). (foto : istimewa)

BACA JUGA : Prof Kuwat Triyana : Keterbatasan Modal Hambat Pengembangan Produk Alkes Inovatif

Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
sumber : https://jurnal.republika.co.id/posts/241145/tips-dari-psikolog-ugm-bagi-media-massa-untuk-cegah-bunuh-diri
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement