Jumat 20 Oct 2023 09:09 WIB

Tingginya Imbal Hasil US Treasury Bikin Investor Asing Lari dari SBN

Foreign sell disinyalir menjadikan nilai tukar melemah.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Lida Puspaningtyas
Surat utang Amerika Serikat (AS) atau dikenal dengan US Treasury, kini imbal hasilnya tengah melonjak dan pengaruhi pasar keuangan dalam negeri.
Foto: Tim infografis Republika
Surat utang Amerika Serikat (AS) atau dikenal dengan US Treasury, kini imbal hasilnya tengah melonjak dan pengaruhi pasar keuangan dalam negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat utang Amerika Serikat (AS) atau dikenal dengan US Treasury, kini imbal hasilnya tengah melonjak. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan hal itu berpotensi membuat investor asing lari dari surat berharga negara (SBN).

"Imbal hasil US Treasury yang naik tinggi makin membuat investor asing kurang tertarik masuk ke SBN," kata Bhima kepada Republika.co.id, Jumat (20/10/2023).

Dia menjelaskan, investor menginginkan spread atau imbal hasil yang lebih tinggi dari SBN. Hal tersebut juga menurutnya jadi salah satu faktor yang memaksa Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan untuk tahan pelemahan rupiah.

Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, peningkatan imbal hasil US Teasury tidak terlepas dari kekhawatiran terhadap kondisi perekonomian. Khususnya kondisi ekonomi yang dipengeruhi kondisi geopolitik.

Dengan US Yield yang lebih tinggi, Yusuf menyebut ada kemungkinan investor akan cenderung menempatkan dananya kembali ke Surat Utang AS.

"Kondisi ini akan berdampak terhadap harga surat utang emerging market termasuk di dalamnya Indonesia," kata Yusuf kepada Republika.co.id, Jumat (20/10/2023).

Yusuf menuturkan, saat ini harga SBN akan lebih rendah dan membuat yield akan meningkat. Dengan adanya yield yang meningkat, Yusuf mengatakan kondisi tersebut membuat cost of fund menjadi lebih mahal.

Potensi yield yang akan meningkat sangat signifikan tersebut akan tergantung pada kebutuhan pembiayaan.

"Jika kebutuhan pembiayaan akan sangat tinggi, maka tentu hal ini meningkatkan yield menjadi sangat tinggi. Namun jika tidak, peningkatannya relatif terbatas," jelas Yusuf.

Meskipun begitu, Yusuf mengatakan pasar keuangan tidak hanya sekedar pada pasar obligasi pemerintah karena juga memerlukan kondisi di pasar saham. Menurutnya kondisi foreign sell yang kemudian menjadikan nilai tukar melemah.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi enam persen. Selain itu, suku bunga deposit facility juga naik 25 bps menjadi 5,25 persen dan suku bunga lending facility naik 25 bps menjadi 6,75 persen.

Perry mengungkapkan, terdapat banya dinamika global yang membuat BI merubah arah kebijakan. Salah satunya yaitu kenaikan suku bunga global yang tidak hanya dalam jangka pendek.

Perry mengatakan, suku bunga yield US treasury saat ini sekitar 5,2 persen yang 10 tahun lalu hanya 4,6 persen. Dinamika global yang berkaitan dengan implikasi naiknya suku bunga yield US treasury.

Hal tersebut berdampak kepada aliran modal dari negara emerging market. "Aliran modal dari negara emerging market yang sudah mulai stabil bahkan sudah mulai masuk ke Indonesia dan negara emerging market itu kembali lagi ke cash is the king. Banyak kemudian pindah ke negara maju dan juga memperkuat dolar AS," kata Perry dalam konferensi pers RDG Bulanan BI Oktober 2023, Kamis (19/10/2023).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement