REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning pada Jumat menyebutkan bahwa sedikitnya 1.000 warga negara tersebut telah meninggalkan Israel setelah konflik terbaru antara Israel dan Palestina pecah.
"Berdasarkan angka yang kami miliki saat ini, sejak konflik pecah, lebih dari 1.000 warga sudah meninggalkan Israel untuk kembali ke China atau pergi ke negara ketiga," kata Mao Ning kepada pers di Beijing, China, Jumat (20/10/2023).
Konflik terbaru di Timur Tengah dipicu pertempuran antara Israel dan Hamas yang mulai berlangsung pada 7 Oktober 2023, ketika kelompok militer Palestina itu menembakkan roket dan menyusup ke Israel melalui darat, laut, dan udara.
"Setelah konflik Palestina-Israel pecah pada 7 Oktober, lebih dari 280 warga China terdampar di Sderot di Israel selatan dan menghadapi risiko keamanan yang tinggi. Kementerian Luar Negeri mengarahkan Kedutaan Besar China di Israel untuk bertindak cepat mengatur relokasi dan evakuasi mereka," ungkap Mao.
Dengan berbagai upaya di Israel maupun di dalam negeri China sendiri, semua warga negara China yang terdampar telah meninggalkan Sderot. "Beberapa telah kembali ke China dengan penerbangan komersial," ujar Mao.
Mao Ning menyebut pemerintah China akan terus bekerja keras untuk membantu warganya.
Hamas menyebut serangannya itu sebagai balasan atas penyerbuan Israel ke Masjid Al Aqsa di wilayah pendudukan Yerusalem Timur serta atas kekerasan yang meningkat terhadap warga Palestina oleh pemukim Israel. Militer Israel kemudian membalas dengan meluncurkan "Operasi Pedang Besi" di Jalur Gaza dan memblokade penuh kawasan itu.
Akibat tindakan Israel itu, masyarakat Gaza tidak mendapatkan akses listrik dan air. Persediaan air, makanan, bahan bakar, dan pasokan medis juga hampir habis. Lebih dari 1.400 warga Israel terbunuh dan sedikitnya 4.137 warga Palestina gugur sejak konflik bersenjata Hamas-Israel itu pecah pada 7 Oktober 2023.