Sabtu 21 Oct 2023 13:08 WIB

Israel Disebut Telah Setujui Peraturan Darurat untuk Tutup Media Aljazirah di Negaranya

Aljazirah rutin membuat laporan yang mengkritik kebijakan okupasi dan agresi Israel.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Suasanan newsroom di kantor pusat Aljazirah.
Foto: AP PHOTO
Suasanan newsroom di kantor pusat Aljazirah.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Pemerintah Israel dilaporkan telah menyetujui peraturan darurat yang salah satu tujuan penyusunannya adalah untuk menutup jaringan media Aljazirah di negara tersebut. Aljazirah diketahui rutin membuat laporan yang mengkritik kebijakan okupasi dan agresi Israel terhadap Palestina.

Pada Jumat (20/10/2023), sejumlah media Israel, termasuk i24 News dan Times of Israel, mengatakan bahwa Pemerintah Israel telah menyetujui peraturan darurat yang akan menutup lembaga penyiaran yang dianggap bertindak melawan “keamanan negara”. Menurut Menteri Komunikasi Israel Shlomi Karhi, saat ini Israel sedang berperang di darat, udara, laut, dan diplomasi publik.

Baca Juga

Sebelum diterapkan, larangan terhadap jaringan media atau lembaga penyiaran tertentu, membutuhkan persetujuan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant. Gallant diperkirakan akan turut menandatangani peraturan darurat yang akan memberi wewenang pada pemerintah untuk melakukan penutupan media.

Meski bersifat sementara, larangan tersebut dapat diperpanjang dengan interval 30 hari. Sebelumnya laman Middle East Eye melaporkan bahwa Jaksa Agung Israel Gali Baharav-Miara dan Menteri Komunikasi Israel Shlomo Karhi disebut telah mencapai kesepakatan pada Selasa (17/10/2023), mengenai kata-kata peraturan darurat guna mengakhiri operasi Aljazirah di negara tersebut.

Karhi sebelumnya dilaporkan sebagai figure yang mengusulkan peraturan darurat guna memungkinkan polisi di sana menangkap warga dan jurnalis jika mereka mempublikasikan konten yang dianggap merusak “moral nasional”. Usulan tersebut digulirkan saat Israel masih terus membombardir Jalur Gaza.

Berdasarkan usulan Karhi, pembatasan tersebut dapat diterapkan pada publikasi yang telah digunakan sebagai “basis propaganda musuh”. Rumah warga dan jurnalis dapat digeledah jika menyampaikan pidato yang dianggap tidak diinginkan oleh pemerintah. Mereka pun dapat ditahan dan disita harta bendanya jika dinyatakan bersalah.

Pada Ahad (15/10/2023) lalu, Karhi sempat menyampaikan secara terbuka bahwa dia sedang mencari kemungkinan untuk menutup biro lokal media Aljazirah. Dia menuduh Aljazirah telah melakukan hasutan pro-Hamas dan mengekspose tentara Israel pada potensi serangan dari Gaza.

“Ini (Aljazirah) adalah stasiun yang menghasut, ini adalah stasiun yang memfilmkan pasukan di tempat berkumpul (di luar Gaza)… yang menghasut terhadap warga Israel – sebuah corong propaganda,” kata Karhi kepada Radio Angkatan Darat Israel.

“Tidak masuk akal pesan juru bicara Hamas disampaikan melalui stasiun ini. Saya harap kita bisa menyelesaikannya hari ini,” tambah Karhi.

Pemerintah Israel telah berulang kali mengkritik liputan Aljazirah tentang perang yang kini sedang berlangsung di Jalur Gaza. Aljazirah adalah salah satu dari sedikit saluran media global yang hadir secara fisik di Gaza dan Israel.

Israel telah melarang siapa pun meninggalkan atau memasuki Gaza, yang sudah dikepung sepenuhnya. Israel pun memutus aliran air, listrik, dan makanan ke wilayah tersebut.

Karena situasi tersebut, liputan internasional mengenai agresi Israel ke Jalur Gaza digarap oleh organisasi-organisasi media yang sudah memiliki jurnalis di lapangan. Aljazirah adalah salah satu media tersebut. Aljazirah belum merilis pernyataan terkait upaya penutupan biro lokalnya di Israel.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement