REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai penolakan kasasi atas vonis bebas hakim agung nonaktif Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh menjadi pukulan telak bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Herdiansyah menilai putusan ini mesti menjadi bahan evaluasi KPK.
Putusan kasasi tersebut dibacakan oleh majelis hakim agung MA pada Kamis (19/10/2023). Putusan perkara nomor: 5241 K/Pid.Sus/2023 itu diketok oleh Dwiarso Budi Santiarto sebagai hakim agung ketua. Sedangkan Sinintha Yuliansih Sibarani dan Yohanes Priyana duduk sebagai hakim agung anggota.
"Iya, itu memang mengherankan. Bagi saya, ini pukulan telak bagi KPK," kata Herdiansyah kepada Republika.co.id, Ahad (22/10/2023).
Bebasnya Gazalba sudah diketok dari pengadilan tingkat I. Kemudian bebasnya Gazalba makin diperkuat akibat kegagalan kasasi oleh KPK. "Putusan bebas Gazalba sejak dari pengadilan tipikor Bandung, hingga dikuatkan melalui kasasi MA seperti memberikan pesan jika ada yang salah dengan KPK," ujar Herdiansyah.
Herdiansyah mengamati hal semacam ini tidak pernah terjadi di periode KPK sebelumnya. Herdiansyah menduga kegagalan KPK menjerat Gazalba di kasus suap karena lemahnya kualitas pembuktian di meja hijau.
"Putusan ini seperti melontarkan koreksi terhadap lemahnya kekuatan pembuktian KPK," ujar Herdiansyah.
Walau demikian, Herdiansyah mengingatkan KPK agar fokus dalam perkara lain yang melilit Gazalba. Herdiansyah berharap lembaga antirasuah itu dapat membuat Gazalba mempertanggungjawabkan perbuatannya di kasus gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
KPK telah menetapkan Gazalba sebagai tersangka kasus gratifikasi dan TPPU. Tim penyidik KPK pun tengah mengusut dugaan tersebut. "Tapi masih ada peluang bagi KPK. Jadi jikalaupun Gazalba diputus bebas dari perkara suap, setahu saya dia masih dijerat dengan kasus gratifikafi dan delik pencucian uang," ujar Herdiansyah
Sebelumnya, Gazalba Saleh didakwa menerima uang sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara kasasi pidana terhadap pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi. Uang yang berasal dari penggugat Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma ini diberikan pengacara mereka Yosef Parera dan Eko Suparno kepada Desy Yustria sebesar 110 ribu dolar Singapura.
Desy Yustria kemudian memberikan uang kepada Nurmanto Akmal sebesar 95 ribu dolar Singapura. Sebanyak 10 ribu dolar Singapura diberikan kepada Desy Yustria untuk pengurusan perkara. Selanjutnya uang 55 ribu dolar Singapura diberikan kepada Redhy, dan Redhy memberikan uang 20 ribu dolar Singapura ke terdakwa melalui Prasetio Nugroho dan diserahkan ke Gazalba Saleh.
JPU pun menuntut hakim agung nonaktif Gazalba Saleh dengan hukuman penjara selama 11 tahun dan denda Rp 1 miliar oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Gazalba dinilai telah terbukti menerima suap menyangkut perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana dengan terdakwa Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma.
Tapi Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas bagi terdakwa kasus dugaan suap penanganan perkara di MA, Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Gazalba dinilai tidak bersalah dalam kasus tersebut. Sidang putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Joserizal.