REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia memperingati Hari Santri Nasional setiap 22 Oktober. Tahun ini peringatan Hari Santri Nasional digelar di Surabaya, Jawa Timur yang dihadiri Presiden Joko Widodo.
Secara umum, santri merupakan sebutan untuk pelajar yang sedang menempuh ilmu pendidikan agama di pondok pesantren. Di pesantren inilah, santri dididik agar berperilaku dan bertutur kata yang santun, mandiri, disiplin, hidup sederhana dan menerima kesederhanaan.
Bahkan dari segi pakaian pun, santri memiliki ciri tersendiri. Baik santri laki-laki maupun santri perempuan, sarung menjadi pakaian yang melekat dalam keseharian mereka. Setelah tamat dari pesantren pun, masih banyak yang tetap betah menggunakan sarung ketika berada di rumah.
Seiring perkembangnya zaman, sudah banyak pesantren-pesantren modern yang berdiri. Santri tidak lagi tidur beralaskan tikar atau kasur tipis, namun sudah ada ranjang-ranjang bertingkat, hingga kamar yang nyaman dan memiliki pendingin ruangan. Ini salah satu bentuk dari perkembangan zaman yang tidak dapat dihindari.
Bukan hanya pesantren, namun seiring berkembangnya zaman, istilah santri pun sudah mengalami perluasan. Banyak yang mengaku santri kiai A, santri kiai B, padahal mereka tidak pernah mondok atau tinggal di pesantren sekalipun. Lalu, sebenarnya apa pengertian dari santri dan dari mana asal usul kata santri ini?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Santri adalah sebutan untuk orang yang mendalami agama Islam. Sedangkan menurut Dr Arifi Saiman dalam bukunya “Diplomasi Santri” menyebutkan bahwa secara umum kata santri yang sering dimaknai sebagai sosok pribadi agamis, yang kesehariannya mengenakan sarung, peci dan tinggal di pesantren, dan secara esensial memiliki kedekatan dengan kata pesantren, tempat para santri menimba ilmu agama Islam.
Baca juga: Secarik Alquran Bertuliskan Ayat As-Saffat Ditemukan di Puing Masjid Gaza, Ini Tafsirnya
Menurut C C Berg menyebut kata "santri" berasal dari bahasa Sanskerta, yakni "shastri" yang berarti orang yang mempelajari kitab-kitab suci agama Hindu. Pendapat ini didasarkan pada fakta sejarah bahwa bahasa Sanskerta pernah digunakan oleh masyarakat Nusantara pada masa Hindu dan Budha atau sebelum Islam masuk ke Indonesia.
Dalam perkembangannya, kata "shastri" kemudian diserap ke dalam bahasa Jawa menjadi kata "santri". Pandangan C C Berg ini diamini Zamakhsyari Dhofier dalam buku Tradisi Pesantren (1985) yang secara bentuk dan sistem melihat adanya kemiripan antara pendidikan pesantren dan pendidikan ala Hindu di India.
Sementara itu, Nurcholish Madjid dalam buku Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan (1999) memaknai kata santri sebagai kosakata yang berasal dari bahasa Jawa, yaitu dari kata "cantrik". Kata "cantrik" di sini bermakna "orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya”.