REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi pelemahan rupiah pada pekan depan diperkirakan masih terbuka seiring penguatan dolar AS. Berbagai situasi global yang terjadi saat ini membuat dolar AS terus menguat.
Ariston melihat, kekhawatiran pasar mengenai potensi meluasnya konflik di Timur Tengah masih memicu pelaku pasar masuk ke aset aman. Tidak hanya dolar AS, hal tersebut juga tecermin dari menguatnya harga emas.
Selain itu ekspektasi implementasi kebijakan suku bunga tinggi AS yang lebih lama juga masih mendukung penguatan dolar AS. Namun, beberapa hari terakhir ini para petinggi bank sentral AS terlihat berusaha mengerem penguatan dolar AS.
Pejabat Federal Reserve menyampaikan peluang kenaikan suku bunga AS yang lebih rendah. Pada akhir tahun ini, Federal Reserve diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga acuannya satu kali lagi karena inflasi yang terus berlanjut.
Pekan depan beberapa data ekonomi penting AS bisa menjadi katalis baru pergerakan pasar uang, seperti data PDB, Personal Consumption Expenditure Price Index sebagai salah satu indikator inflasi dan data survei sentimen konsumen.
"Bila data dirilis lebih bagus dari ekspektasi, dolar AS bisa menguat lagi. Begitu juga sebaliknya," kata Ariston.
Ariston berharap nilai tukar rupiah bisa menguat seiring dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Meski demikian, menurutnya, rupiah bakal melemah bila sentimen negatif dari eksternal menguat.
Ariston melihat, potensi pelemahan rupiah ke arah Rp 16 ribu per dolar AS masih terbuka pekan depan. Sementara potensi support atau penguatan rupiah berada di sekitar Rp 15.780-Rp 15.800.