REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg membahas situasi terkini di Gaza lewat telepon, kata Direktorat Komunikasi Turki dalanm X pada Sabtu (21/10/2023).
Mereka juga bertukar pandangan tentang apa saja yang perlu dilakukan guna mencegah pelanggaran hak asasi manusia dalam konflik Israel-Palestina dan kelanjutan pengiriman bantuan kemanusiaan kepada warga sipil Gaza.
Erdogan menegaskan sikap negara-negara Barat telah memperluas pelanggaran HAM di Gaza dan menandaskan bahwa negara-negara itu dalam menghentikan Israel akan menciptakan akibat yang akut.
Dia menyatakan opini masyarakat Barat dan global yang pro Palestina untuk segera mengakhiri tragedi kemanusiaan yang terjadi di depan mata, sudah diabaikan.
Sementara itu, lewat X, Jens Stoltenberg mengaku membahas terorisme dan situasi di Timur Tengah bersama Erdogan.
"Kami sepakat terorisme harus dilawan dan warga sipil harus dilindungi. Saya menyambut baik bantuan darurat yang kini telah mencapai Gaza," kata dia.
Dia mengungkapkan kedua pemimpin juga membahas masuknya Swedia ke dalam NATO.
Konflik di Gaza, yang dibombardir dan diblokade sejak 7 Oktober, dimulai ketika kelompok perlawanan Palestina Hamas melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa, yang merupakan serangan mendadak berupa serangkaian peluncuran roket dan penyusupan ke Israel melalui darat, laut dan udara.
Hamas mengatakan serangan itu merupakan pembalasan atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa dan aksi kekerasan pemukim Israel yang terus membesar.
Militer Israel kemudian meluncurkan Operasi Pedang Besi menyasar Hamas di Jalur Gaza.
Sedikitnya 4.385 warga Palestina, termasuk 1.756 anak-anak, tewas dalam serangan Israel di Gaza, sementara jumlah korban di Israel mencapai lebih dari 1.400 orang.
Pada Sabtu, konvoi kemanusiaan yang terdiri dari 20 truk memasuki Jalur Gaza dari sisi Mesir perbatasan Rafah. Ini pertama kalinya terjadi sejak konflik Israel dan Hamas meletus pada 7 Oktober.