REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Umar Bin Khattab Radhiyallahu Anhu tahu benar bagaimana beratnya tanggung jawab sebagai seorang pemimpin. Karena itu sahabat Rasulullah Shalallahu Alahi Wassalam tersebut ketika sedang sekarat usai ditikam seorang Majusi dari Persia, melarang anak-anaknya untuk menjadi penerusnya sebagai pemimpin alias khalifah.
Seperti dinukil dari Sejarah Umat Islam karya Prof Hamka (Buya Hamka), Umar saat sekarat dan hendak meninggal dunia memberikan arahan kepada kaum Muslimin soal pemilihan khalifah penggantinya. Saat itu beberapa sahabat yang hadir mendengarkan wasiat Umat, menyarankan kepada khalifah kedua tersebut untuk memilih anaknya, Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu sebagai penggantinya sebagai khalifah.
"Ya Amirul Mukminin, anak paduka itu lebih layak menerima jabatan khalifah ini, jadikan sajalah dia menjadi khalifah, kami akan menerimanya," kata sebagian Muslimin pada saat itu.
BACA JUGA: Kisah Umar Bin Khattab Marah Saat Anaknya Dapat Privilege Sebagai Putra Khalifah
Bukannya mendorong anaknya maju menjadi khalifah, Umar justru langsung menolak. "Tidak ada kaum keturunan Al Khattab hendak mengambil pangkat khalifah ini untuk mereka, Abdullah tidak akan turut memperebutkan pangkat ini."
Setelah itu, Umar bin Khattab menoleh ke arah Abdullah bin Umar, anaknya. "Anakku Abdullah, sekali-kali jangan, sekali-kali jangan engkau mengingat-ingat hendak mengambil jabatan ini!"
"Baiklah ayah," jawab Abdullah bin Umar.
Wasiat dari ayahnya ini, dipatuhi Abdullah bin Umar, hingga akhirnya Utsman bin Affan terpilih menjadi pengganti Umar. Sampai kepada masa perebutan khalifah di antara Ali Bin Abi Thalib dan Muawiyah, Abdullah bin Umar menjadi sosok yang netral.
Umar juga pernah memarahi Abdullah gara-gara tak sengaja menerima privilege sebagai anak seorang kepala negara....