REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Waktu yang dibutuhkan oleh tubuh untuk bisa mencerna suatu makanan ternyata bisa sangat beragam, mulai dari 15 menit hingga belasan jam. Perbedaan waktu ini bisa dipengaruhi oleh sejumlah faktor, mulai dari jenis makanan hingga kadar stres.
Temuan ini diungkapkan dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Colorado State University. Dalam studi ini, tim peneliti menggunakan kapsul-kapsul yang bisa dilacak pergerakannya di dalam tubuh pada partisipan.
Dari studi ini, tim peneliti menemukan bahwa tiap komponen dalam satu hidangan bisa dicerna dan diserap oleh tubuh dengan kecepatan yang beragam. Beberapa bagian dari hidangan tersebut mungkin sudah memasuki usus besar ketika bagian lainnya masih ada di dalam lambung.
Studi yang dipublikasikan dalam Journal of Clinical Medicine pada 2023 ini juga menemukan bahwa makanan membutuhkan waktu sekitar 0,4-15,3 jam untuk keluar dari lambung. Setelah itu, makanan membutuhkan waktu sekitar 3,3-7 jam untuk melewati seluruh bagian usus halus.
Sisa makanan yang tak bisa dicerna akan masuk ke usus besar. Di usus besar, sisa makanan akan berdiam selama 15,9-28,9 jam.
Juru Bicara American Gastroenterological Association, Dr Nina Nandy, mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan waktu transit makanan di dalam saluran cerna adalah jenis makanan. Jenis makanan yang membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna adalah makanan yang tinggi serat, protein, karbohidrat kompleks, dan lemak.
"Serat menambah volume makanan, sehingga memperlambat pergerakan makanan ke seluruh saluran pencernaan," pungkas Dr Nandy, seperti dilansir LiveScience pada Selasa (24/10/23).
Di sisi lain, makanan olahan membutuhkan waktu lebih singkat untuk dicerna. Alasannya, makanan seperti ini minim akan kandungan serat.
Makanan tinggi protein dan lemak juga membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna di lambung dan usus halus dibandingkan makanan rendah protein dan lemak. Proses ini perlu dilakukan untuk mengubah protein dan lemak menjadi nutrisi yang bisa digunakan oleh tubuh.
Hal serupa juga berlaku untuk karbohidrat kompleks. Waktu yang dibutuhkan untuk mencerna karbohidrat kompleks cenderung lebih lama dibandingkan karbohidrat atau gula sederhana. Hal ini bisa terjadi karena karbohidrat kompleks terbuat dari rantai kompleks yang tersusun atas tiga jenis molekul gula atau lebih. Sedangkan gula sederhana hanya memiliki satu atau dua jenis molekul gula. "Tubuh harus memecah (karbohidrat kompleks) menjadi gula sederhana sebelum dapat mulai diserap," ujar Dr Nandy.
Selain jenis makanan, faktor lain yang dapat mempengaruhi waktu transit makanan di dalam saluran cerna adalah gaya hidup. Kebiasaan berolahraga misalnya, bisa meningkatkan motilitas usus dan mendorong gerak peristaltik atau kontraksi ritmik dari otot pencernaan. Sebaliknya, jarang berolahraga bisa memperlambat gerak peristaltik.
Selain itu, cara mengunyah dan asupan cairan pun bisa mempengaruhi kecepatan suatu makanan dicerna dalam tubuh. Makanan dapat dicerna lebih cepat bila seseorang mendapatkan hidrasi yang cukup dan terbiasa mengunyah makanan dengan baik dan menyeluruh sebelum ditelan.
Usia dan tingkat stres seseorang pun bisa mempengaruhi pencernaan. Semakin tua usia seseorang, cairan asam dan enzim pencernaan yang diproduksi oleh lambung akan berkurang. Motilitas lambung juga akan menurun sehingga kecepatan proses pencernaan ikut melambat. "Stres dan kecemasan juga bisa meningkatkan waktu transit makanan di usus," ujar Dr Nandy.
Hal ini bisa terjadi karena stres dan kecemasan dapat mengubah motilitas usus. Selain itu, kedua kondisi tersebut dapat menurunkan aliran darah ke saluran cerna. Respons fight or flight yang muncul akibat stres dan kecemasan pun dapat menekan proses pencernaan di lambung dan usus halus, serta menstimulasi usus besar.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kecepatan makanan dicerna dalam tubuh adalah masalah kesehatan dan obat-obatan. Kedua faktor ini bisa memperlambat atau justru mempercepat proses pencernaan makanan di saluran cerna.
Sebagai contoh, diabetes dapat memperlambat proses pencernaan makanan karena penyakit tersebut bisa memicu gastroparesis atau perlambatan pengosongan lambung. Sedangkan obat antikolinergik bisa menekan sinyal persarafan yang bertanggung jawab atas pergerakan otot involunter, dan berdampak pada perlambatan waktu transit makanan di usus.