REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengingatkan MK akan pentingnya kehadiran Dewan Etik MK. Lewat Dewan Etik MK, Hamdan menilai masalah dugaan pelanggaran etik hakim MK akan lebih mudah ditangani.
"Sebenarnya seandainya masih ada Dewan Etik yang dulu dibentuk sebagai badan permanen, penanganan masalah pelanggaran etik akan lebih cepat ditangani," kata Hamdan kepada Republika, Ahad (22/10/2023).
Pembentukkan Dewan Etik MK merupakan amanah UU MK. Hanya saja, bukannya Dewan Etik MK, MK malah membentuk MKMK adhoc. Hal ini terjadi saat hakim MK Guntur Hamzah dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik.
"Dewan Etik yang memberikan rekomendasi pembentukan MKMK jika ditemukan pelanggaran yang dianggap berat dan memberikan sanksi jika ditemukan pelanggaran ringan," ujar Hamdan.
MK merencanakan pengumuman pembentukan Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada Senin (23/10/2023). MKMK ditujukan agar menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim MK.
"Memang sebaiknya MK segera membentuk MKMK untuk memproses berbagai laporan dan pengaduan yang kini masuk ke MK khusus terkait putusan batas usia capres dan cawapres," kata Hamdan.
Formasi MKMK ditentukan diisi satu orang hakim MK aktif, satu orang eks hakim MK, dan 1 tokoh masyarakat. Tetapi sampai saat ini, nama-nama yang akan duduk di MKMK belum diumumkan. Hamdan berharap anggota MKMK terjamin reputasi dan independensinya.
"Siapa yang menjadi anggota MKMK akan ditentukan oleh rapat permusyawaratan hakim, dari tokoh yang harus benar-benar independen dan memiliki reputasi yang baik dan tidak diragukan," ujar Hamdan.
Hamdan menyampaikan agar MKMK segera memproses pengaduan ketika sudah disahkan pembentukkannya. Lewat mekanisme MKMK, maka hakim MK akan menjalani serangkaian pemeriksaan. Dari proses penggalian keterangan dan pencarian bukti itu MKMK dapat menentukan ada atau tidaknya pelanggaran etik hakim MK.
"Semoga dengan pembentukan MKMK semua pengaduan bisa diproses, sehingga memberikan putusan ada atau tidak adanya pelanggaran etik dan sanksi bagi teradu jika ada kesalahan," ujar Hamdan.
Tercatat, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik hakim MK. Pertama, dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Kedua, PBHI melaporkan lima akim MK kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi pada Kamis (19/10/2023). Para hakim yang dilaporkan yaitu ketua MK Anwar Usman, Manahan M.P Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah.
Bahkan, ada kelompok orang yang mengatasnamakan Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan) melaporkan Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Deretan pelaporan itu merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.