REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Liga Arab menyoroti upaya kawasan untuk memberikan dukungan segera kepada rakyat Palestina, Ahad (22/10/2023). Hal ini diperlukan guna mengurangi dampak dari intensifnya operasi militer Israel di Gaza.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi pers bersama, yang diselenggarakan oleh Liga Arab bekerja sama dengan Bulan Sabit Merah dan Organisasi Palang Merah Arab. Konferensi pers bersama ini diadakan di Kairo untuk mengatasi krisis kemanusiaan mengerikan yang terjadi di Gaza.
Asisten Sekretaris Jenderal (Sekjen) Liga Arab Haifa Abu Ghazaleh mengatakan bahwa anak-anak, wanita, dan orang tua merupakan 70 persen dari korban di Gaza. Jumlah pengungsi internal di wilayah kantong yang terkepung diperkirakan mencapai satu juta dengan 513 ribu orang mencari perlindungan di fasilitas UNRWA, badan PBB untuk pengungsi Palestina.
Dilansir di Arab News, Senin (23/10/2023), Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah mencatat terjadi 59 serangan terhadap petugas kesehatan di Gaza, selain 69 serangan militer terhadap fasilitas kesehatan.
Lebih dari 37 petugas layanan kesehatan dilaporkan kehilangan nyawa dan banyak lainnya menderita luka-luka. Sebanyak 32 ambulans tidak dapat beroperasi serta tujuh klinik terpaksa menghentikan operasinya sepenuhnya.
Abu Ghazaleh menyoroti komunikasi berkelanjutan sedang dilakukan dengan Kementerian Kesehatan Palestina. Setiap pihak berupaya keras untuk mengidentifikasi kebutuhan mendesak di lokasi, guna meningkatkan sektor layanan kesehatan Gaza.
Selain itu, Dewan Menteri Kesehatan Arab juga disebut akan berkolaborasi dengan Bulan Sabit Merah Mesir untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan mendesak ke wilayah kantong tersebut. Sekretaris Jenderal Organisasi Bulan Sabit Merah dan Palang Merah Arab Saleh bin Hamad Al-Tuwaijri menekankan peran organisasi tersebut dalam memantau pelanggaran hukum kemanusiaan Israel dan mempresentasikannya di forum internasional.
Al-Tuwaijri mendesak masyarakat internasional menghentikan kejahatan perang Israel di Gaza. Akibat meningkatnya konflik di lokasi tersebut, sebanyak 2,5 juta orang berisiko meninggal akibat pengeboman dan blokade.