REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru mengklaim bahwa penambangan asteroid bisa menyuplai kebutuhan untuk membangun infrastruktur energi terbarukan, seperti tenaga angin dan matahari, serta elektronik dan baterai mobil listrik. Studi ini ditulis oleh Ian Lange dari Colorado School of Mines, AS.
Dalam laporan tentang potensi penambangan luar angkasa, Lange mengatakan bahwa penambangan di luar angkasa lebih aman. Berbeda dengan penambangan dasar laut, seperti yang sedang dieksplorasi oleh beberapa perusahaan, penambangan di angkasa juga tidak merugikan satwa liar.
Studi Lange, yang ditulis bersama seorang peneliti dari Dana Moneter Internasional (IMF), menggunakan model untuk menunjukkan pertumbuhan penambangan ruang angkasa dibandingkan dengan penambangan di Bumi. Para penulis menemukan bahwa dalam tiga hingga empat dekade, produksi logam tertentu dari asteroid di luar angkasa dapat melampaui produksi di planet kita. Menurut penelitian tersebut, asteroid metalik memiliki lebih dari seribu kali lipat nikel dari kerak Bumi dalam hal gram per metrik ton.
Selain itu, asteroid juga mengandung besi, platina, kobalt, dan logam lainnya dalam konsentrasi tinggi. Penambangan asteroid juga menjadi lebih layak secara finansial sejak roket yang dapat digunakan kembali dikembangkan oleh SpaceX, Rocket Lab, dan perusahaan lainnya.
“Metode pemurnian saat ini, yang mengekstrak logam dari batuan dan kotoran, bergantung pada konstanta fundamental seperti gravitasi. Jadi akan lebih baik untuk menemukan metode untuk membawa sumber daya tersebut ke Bumi, di mana akan ada permintaan yang tinggi,” kata Lange seperti dilansir Geek Reporter, Senin (23/10/2023).
Profesor dari Colorado School of Mine tersebut juga menyoroti biaya sosial dan lingkungan dari pertambangan di Bumi. Secara keseluruhan, studi menunjukkan bahwa faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola kemungkinan besar merupakan sumber risiko utama bagi pasokan logam selama beberapa dekade mendatang, lebih dari sekadar penipisan.
Namun demikian, penambangan asteroid juga akan membawa masalah sosial dan lingkungannya sendiri. Sebagai contoh, saat ini belum ada kerangka hukum yang mengaturnya. Struktur yang paling dekat sejauh ini adalah Perjanjian Artemis yang dipimpin oleh Amerika Serikat, yakni seperangkat aturan yang dibuat untuk eksplorasi bulan.
Perjanjian Luar Angkasa menyatakan bahwa tidak ada yang bisa mengklaim wilayah di luar angkasa. Namun, perjanjian ini akan memungkinkan negara-negara untuk membuat 'zona aman' di sekitar aktivitas bulan.