REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pesantren di Kota Yogyakarta didorong untuk bisa mengolah sampahnya secara mandiri. Hal ini dilakukan dengan mulai diterapkannya Gerakan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja (Mbah Dirjo) di pondok pesantren guna menekan jumlah sampah.
Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo mengatakan, sampah yang dihasilkan di pesantren cukup banyak mengingat dihuni oleh banyak santri. Untuk itu, ia menekankan bahwa pemanfaatan biopori jumbo perlu dilakukan di lingkungan pesantren sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dan menekan jumlah sampah.
Bantuan biopori jumbo pun untuk pengolahan sampah organik pun diberikan kepada tujuh pesantren di Kota Yogyakarta. Tujuh pesantren ini ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi pesantren lainnya untuk menerapkan pengolahan sampah dengan Gerakan Mbah Dirjo, yang mana juga sudah diterapkan di lingkungan masyarakat di Kota Yogyakarta
"Nantinya produk yang dihasilkan dari biopori jumbo adalah pupuk kompos atau bisa juga pupuk organik cair," kata Singgih di Pondok Pesantren Nurul Ummah, Senin (23/10/2023).
Bantuan biopori ini diberikan bekerja sama dengan Baznas Kota Yogyakarta. Perluasan pengolahan sampah melalui Gerakan Mbah Dirjo hingga ke pondok pesantren ini juga dilakukan dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional.
Singgih menuturkan, pengolahan sampah organik akan jauh lebih efektif jika dilakukan tidak jauh dari sumbernya. Untuk itu, pemanfaatan biopori jumbo ini dinilai menjadi salah satu cara tepat, dimana biopori tersebut mampu menampung sampah organik kurang lebih selama empat bulan yang nantinya bisa menjadi pupuk organik.
"Harapannya makin banyak pondok pesantren yang bisa kami berikan biopori jumbo, karena pengelolaan dan pengolahan sampah itu sangat penting, sehingga salah satu caranya adalah dengan memilah dan mengolah sampah dari hulu, yaitu dari sumbernya. Setelah ini juga akan dilakukan pelatihan oleh Dinas Lingkungan Hidup bagaimana mengolah sampah organik dengan biopori," ucap Singgih.
Pengurus Pondok Pesantren Nurul Ummah, Nur Hadi juga menilai bahwa bantuan biopori jumbo tersebut menjadi solusi dalam mengatasi masalah sampah di pondok pesantren tersebut. Terlebih, pesantren ini dihuni hingga 824 santri, dan masalah sampah masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pesantren.
"Masalah sampah menjadi satu hal yang belum terselesaikan sampai sekarang. Dengan adanya bantuan biopori jumbo ini, tentu menjadi jawaban bagaimana pondok pesantren bersama pemerintah bergandengan tangan untuk mengelola dan mengolah sampah dari sumbernya, dengan harapan ke depan makin banyak pondok pesantren yang juga melakukannya," kata Hadi.
Sementara itu, Ketua Baznas Kota Yogyakarta, Syamsul Azhari mengatakan, bersih-bersih pesantren juga dilakukan untuk memperingati Hari Santri Nasional. Bersih-bersih pesantren ini dilakukan dengan komunitas pecinta masjid, termasuk pemberian bantuan pendidikan kepada santri.
"Bantuan jariyah santri sebesar Rp 625.500.000 diberikan untuk meringankan pembayaran SPP bagi para santri yang kurang mampu. Selain itu juga kami berikan dana bantuan kepada Panti Asuhan Nurul Ummah sebesar Rp 3 juta dan Panti Asuhan Yaketunis Rp 3,5 juta dengan harapan bisa memberikan manfaat bagi penerimanya," ka