Senin 23 Oct 2023 23:44 WIB

AS Butuh Pendanaan untuk Dukung Perang, Dolar Makin Perkasa

Saat ini dunia dihadapkan pada konflik di Timur Tengah antara Hamas dan Israel.

Red: Ahmad Fikri Noor
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI).
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan, kebijakan suku bunga tinggi dalam jangka waktu panjang atau “higher for longer” diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dalam negeri di tengah gejolak perekonomian di tingkat global. Di tengah belum berakhirnya krisis akibat perang Ukraina dan Rusia, ia mengatakan saat ini dunia dihadapkan pada konflik di Timur Tengah antara Hamas dan Israel. Ini memberikan ancaman kenaikan harga pangan dan energi serta akan menyebabkan kenaikan inflasi di tingkat global.

“Ini harus direspons dengan kebijakan moneter yang mendorong tetap tingginya suku bunga di global higher for longer,” ujar Juda dalam peluncuran Buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) Nomor 41 di Jakarta, Senin (23/10/2023).

Baca Juga

Tidak hanya itu, lanjutnya, Amerika Serikat (AS) saat ini memerlukan berbagai macam pendanaan untuk mem-backup perang yang terjadi di Rusia maupun Timur Tengah, sehingga mendorong pembiayaan politik dan keamanan negara tersebut. Hal ini akan mendorong kenaikan yield suku bunga mereka.

“Dalam satu dua bulan terakhir, volatilitas arus modal sangat tinggi, dan dampaknya kepada pelemahan kurs secara global. Karena yield AS meningkat, terjadi strong dollar, sehingga mata uang negara lain volatilitasnya tinggi,” ujar Juda.