REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semakin canggihnya teknologi membuat siapa saja bisa menjadi videografer. Mereka merekam setiap kejadian yang ada di sekitarnya bahkan tanpa izin orang yang terdapat dalam video tersebut.
Entah tujuannya hanya demi konten saja, agar viral atau tujuannya lainnya. Umumnya, hal ini terjadi di fasilitas umum seperti kereta, bus Transjakarta dan lainnya.
Kasus terbaru nampak sebuah postingan di media sosial yang mengatakan dampak dari orang sembarangan merekam seorang wanita hamil, kemudian wanita hamil itu emosi dan menyebabkan keributan. Bahkan kabarnya juga menyebabkan keguguran.
Sebenarnya apa penyebab fenomena merekam video tanpa izin ini marak terjadi di masyarakat?
Sosiolog Nia Elvina mengatakan fenomena ini bersumber dari apa yang disebut sebagai cultural lag (keterlambanan budaya). Ada kesenjangan nilai dalam masyarakat dengan kemajuan teknologi.
"Ketika ada smartphone, dengan berbagai fitur yang ditawarkan, idealnya masyarakat pengguna sudah amat memahami nilai penggunaan smartphone tersebut," ujar Nia kepada Republika.co.id, Selasa (24/10/2023).
Misalnya fitur video bertujuan untuk mendukung pelaksaan pekerjaan atau tindakan konstruktif atau positif yang lain. Bukan untuk tindakan yang tidak konstruktif atau negatif.
Perekaman video tanpa izin ini, menurut Nia, jika dalam kaca mata sosiolog, termasuk pelanggaran etika sosial. "Idealnya tidak diperkenankan merekam aktivitas orang lain tanpa sepengetahuan orang tersebut," ujar Nia.
Menurut Nia, hal itu salah satu bentuk tindakan yang tidak konstruktif/negatif ketika menggunakan teknologi (smartphone). "Salah satu bentuk cultural lag," tambahnya.
Lalu saat ada yang merekam kita atau sedang merekam orang lain, apa yang sebaiknya kita lakukan? Boleh kah kita menegur orang tersebut dan mengatakan kita tidak berkenan?
Nia mengatakan tentu saja hal itu boleh dilakukan. Jangan malah membiarkan dan memicu masalah. Bahkan, pelaku perekam video bisa dipidana.