REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Gapura bertuliskan “Darul Haqmal” berdiri di antara pepohonan. Rimbunnya pepohonan membuat suasananya seperti hutan atau perkebunan.
Gapura itu menjadi jalan masuk menuju Pesantren Darul Haqmal, yang berada di Kampung Talun Kiarapayung RT 4/RW 9 Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar). Di pesantren itu, sejumlah santri tampak sibuk membuat produk olahan ikan. Ada yang menggiling ikan segar, membuat adonan bakso dan produk olahan ikan lainnya, serta ada yang melakukan pengemasan.
Kegiatan santri di Pesantren Darul Haqmal memang bukan hanya mengaji atau belajar ilmu agama. Santri yang usianya berbeda-beda itu diberdayakan juga untuk menggerakkan bisnis yang dikembangkan pesantren.
Berdiri sejak sekitar 2015, Pesantren Darul Haqmal merangkul para santri dari berbagai kalangan. Kebanyakan anak jalanan. Ada juga santri yang merupakan korban narkoba ataupun judi online. “Kami mendirikan pesantren ini karena kami peduli dengan pendidikan anak jalanan dan orang-orang yang terpinggirkan,” ujar pendiri Pesantren Darul Haqmal, KH Asep Saprudin, kepada Republika, Senin (23/10/2023).
Di Darul Haqmal, para santri bisa belajar dan mondok gratis. Pada awal pendiriannya, untuk memenuhi kebutuhan pesantren dan para santri, Kiai Asep mengandalkan penghasilannya sebagai seorang programmer dan guru mengaji. “Dari penghasilan programmer dan mengajar mengaji ke berbagai tempat, saya sisihkan untuk membiayai pesantren,” katanya.
Kemudian Kiai Asep terpikir untuk membangun usaha. Karena Darul Haqmal berada di kawasan pesisir Palabuhanratu, Kiai Asep sering kali melihat para nelayan yang hasil tangkapannya melimpah, namun tak terserap. Nelayan akhirnya terjerat tengkulak dan hasil laut dibeli dengan harga lebih murah.
“Melihat kondisi ini, akhirnya saya membuat usaha ikan olahan, agar ikan hasil tangkapan nelayan bisa kami serap dan tak jatuh ke tengkulak,” ujar Kiai Asep.
Usaha yang dikembangkan Darul Haqmal kini memproduksi berbagai produk olahan ikan, seperti bakso, nuget, otak-otak, juga pindang presto. Kiai Asep mengatakan, bahan bakunya didapat dari hasil tangkapan nelayan sekitar pesantren. Namun, bahan baku juga ada yang didatangkan dari luar daerah lantaran musim ikan di Palabuhanratu terkadang tak menentu.
“Hasil dari nelayan, daripada melimpah harganya jatuh dan sering dipermainkan sama tengkulak, jadi hasil tangkapannya kita tampung juga. Kasihan mereka. Kami menampung ikan nelayan dan menjual ikan segar juga, selain olahan,” kata Kiai Asep.
Kiai Asep mengaku pesantrennya mengembangkan bisnis olahan ikan ini juga karena melihat program pemerintah yang tengah gencar mengampanyekan gemar makan ikan. Ia menilai, kalau langsung dalam bentuk ikan, masyarakat bisa bosan.
“Makanya, kita coba bikinnya dalam bentuk produk olahan. Ternyata benar, kalau dalam bentuk nuget ikan, banyak yang suka dan lebih murah. Ikan yang digunakan untuk adonan hanya ikan tuna dan marlin, kan bagus teksturnya,” ujar Kiai Asep.
Saat ini, usaha Pesantren Darul Haqmal disebut dapat memproduksi sekitar 1.200 pak bakso ikan per bulan, 600 pak nuget, 400 pak otak-otak, serta sekitar tiga ton pindang presto per bulannya. “Omzet per bulan secara menyeluruh sekitar Rp 30 juta sampai 40 jutaan,” kata Kiai Asep.
Santri dapat penghasilan