REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku sudah menyadari perubahan nama lembaga negara itu menjadi Mahkamah Keluarga di mesin pencarian Google Maps. Walau demikian, MK untuk sementara belum berencana mengambil tindakan apa pun.
Kepala Subbagian Humas MK Mutia Fria menyampaikan perubahan nama itu tengah dikaji di internal MK. Langkah MK bakal ditentukan pascatuntasnya pembahasan tersebut.
"Kami sudah tahu, kami sedang bahas dulu, apa akan kami sikapi, nanti setelah pembahasan itu," kata Mutia kepada wartawan, Selasa (24/10/2023).
Berdasarkan pantauan Republika terhadap Google Maps pada Selasa (24/10/2023) siang, nama gedung MK masih disebut sebagai Mahkamah Keluarga. Adapun alamat lengkapnya tertulis Mahkamah Keluarga, Kantor Pemerintah, 2, Jalan Medan Merdeka Barat No 6, RT2 RW3, Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 10110.
Diketahui, sebutan Mahkamah Konstitusi menjadi Mahkamah Keluarga viral saat lembaga negara itu malah mengubah peraturan batas usia pencalonan Presiden/Wakil Presiden RI. Laman media sosial MK pun ramai dihujani kritik warganet.
"Ngapain sidang segala kalau hasilnya udah bisa ditebak, itu bocah PAUD mau karnaval dimana pake baju toga," ujar akun muly_anananang di kolom komentar Instagram resmi MK yang dilihat pada Selasa (24/10/2023).
"Sampai jumpa di pengadilan akhirat," ujar akun radytya_97.
"Saya mau jadi cawapres usia saya masih 30thn, pengalaman saya sudah jadi RT/RW di kampungku," tulis akun gajahduduk1992.
Sebelumnya, MK memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.
Gibran sempat berkali-kali menghindar ketika ditanya dampak putusan yang menguntungkannya itu. Tapi pada akhirnya memang putusan itu terbukti membuat Prabowo Subianto menggandeng Gibran sebagai Cawapres di Pilpres 2024.
Setelah didesak publik, MK akhirnya resmi menyatakan pembentukkan Majelis Kehormatan MK (MKMK). Kehadiran MKMK ini guna merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukkan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Tercatat, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK. Di antaranya dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI), serta Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).