REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi kesehatan masyarakat Spesialis Saraf dr Zicky Yombana mengajak masyarakat untuk mengenali gejala stroke melalui ciri-ciri yang tercakup dalam slogan 'SeGeRa Ke RS'. "Di luar negeri terkenal dengan akronim FAST yang merupakan singkatan dari face, arms, speech, dan time. Dengan kearifan lokal, Indonesia memiliki 'SeGeRa Ke RS'," katanya dalam gelar wicara terkait stroke yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Zicky menyebutkan, 'SeGeRa Ke RS' merupakan akronim dari Senyuman, Gerakan, Bicara, Kebas atau Kesemutan, Rabun, dan Sakit kepala yang dapat digunakan untuk mengenali gejala stroke yang terjadi secara mendadak.
Senyuman pada gejala stroke, jelas dia, ditandai dengan senyuman yang tidak simetris dan miring. Gerakan seseorang pada saat mengalami gejala stroke juga menjadi lebih lemah, bahkan kehilangan kemampuan untuk menggerakkan separuh tubuh.
"Bicara menjadi cadel atau pelo, juga tidak jelas. Artinya berbeda antara yang dipikirkan dan diucapkan," tambahnya.
Zicky melanjutkan, gejala lain yang harus diwaspadai adalah kebas atau kesemutan yang mencapai separuh badan, pandangan menjadi rabun sebelah, dan mengalami sakit kepala hebat yang seluruhnya dialami secara mendadak. Jika menemukan seseorang yang mengalami gejala tersebut, kata dia, maka pertolongan pertama yang harus dilakukan adalah sesuai dengan slogannya, yakni dengan membawanya langsung ke rumah sakit.
"Jangan pernah mencoba untuk menusuk-nusuk jarinya, atau memberikan minum. Bawa ke rumah sakit terdekat," tegasnya.
Untuk mencegah stroke yang merupakan penyakit yang berkaitan dengan gangguan jantung, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memperluas cakupan layanan deteksi dini penyakit kardiovaskular secara gratis hingga ke level RT/RW guna menekan angka kasus kematian akibat gangguan jantung.
"Perluasan cakupan deteksi dini dengan kegiatan skrining sampai ke tingkat posyandu di RT/RW," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti.
Eva mengatakan, perluasan layanan deteksi dini juga melibatkan kader posyandu melalui kunjungan rumah penduduk dengan sasaran 273,5 juta rumah tangga. Kemenkes, lanjutnya, juga melibatkan peran Posyandu Prima yang kini tersebar di 85 ribu desa/kelurahan dan 7.230 puskesmas di kecamatan.
"Kami juga menyiapkan program pendukung dengan melatih 1,5 juta kader posyandu, melatih dokter umum dan perawat untuk menggunakan Elektrokardiogram (EKG) dan Automated External Defibrillator (AED) untuk memeriksa fungsi organ jantung," kata Eva.