REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ulama Al Azhar Kairo Mesir, Dr Issam Al Roubi memberi penjelasan tentang orang-orang yang mengumpulkan uang dari banyak orang, baik itu rakyat maupun kalangan masyarakat pada umumnya. Uang tersebut kemudian disimpan, tetapi yang bersangkutan merasa bebas menggunakannya.
Bahkan merasa bisa melakukan apapun yang diinginkan dengan uang itu. Dalam hal ini, Al Roubi menegaskan, uang yang ada di tangan orang tersebut bukanlah uangnya sehingga tidak bebas menggunakannya.
Dia menekankan, uang itu adalah uang Allah. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT: "...dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu..." (QS. An Nur ayat 33)
Al Roubi menambahkan, hamba bertanggung jawab di hadapan Tuhan atas uang ini dan Anda ditanya tentangnya dalam dua hal, yaitu "Di mana dia mendapatkannya?" dan "Dan untuk apa Anda membelanjakannya".
Dia juga mengingatkan, hendaknya setiap orang yang memegang uang rakyat atau uang yang telah dikumpulkannya dari banyak orang, memperhatikan kalangan dhuafa yang hidup dalam kemalangan.
"Dia bertanggung jawab atas uang ini, dia akan ditanya di hadapan Allah tentang nasib orang-orang itu," tuturnya, sebagaimana dilansir Masrawy, Selasa (24/10/2023).
Al Roubi juga berpesan kepada segenap umat Muslim untuk bertakwa kepada Allah SWT terkait uang yang mereka himpun dan untuk apa ia membelanjakannya serta ingatlah dari mana sumber uang itu berasal.
Allah SWT berfirman, "Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi." (QS. Ali Imran ayat 161)
Semula istilah ghulul dalam ayat tersebut hanya terbatas pada tindakan pengambilan, penggelapan atau berlaku curang dan khianat terhadap harta rampasan perang, karena para sarjana tafsir banyak yang mengkaitkan ayat ini dengan peristiwa yang terjadi ketika perang Uhud. Kini, ghulul juga dimaknai secara lebih luas menjadi tindakan pengkhianatan terhadap harta-harta lainnya, termasuk penggelapan terhadap harta publik.