JURNAL PERGURUAN TINGGI -- Ekstrak daun kopi dapat menghambat pembusukan akar cabai yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici. Selama ini, pengendalian busuk akar pada tanaman cabai cukup sulit karena proses infeksi berada di sistem perakaran, tertutup tanah sehingga sulit terdeteksi.
Tim mahasiswa yang meneliti ekstrak daun kopi berasal dari Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Mereka adalah Harnung Wulandari dan Nanda Rachma Agustina (Prodi Biologi), Respa Ardian (Prodi Kimia) dan Amelia Noormufida Widya Hartanti (Prodi Pendidikan Kimia).
BACA JUGA : Mahasiswa UGM Ekstrak Mikroalga untuk Obat Luka Penderita Diabetes
Penelitian ini merupakan Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) tahun 2023. Mereka berhasil meraih pendanaan dari Direktorat Jenderal Belmawa Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Harnung Wulandari menjelaskan pengendalian busuk akar pada cabai yang disebabkan jamur Phytophthora capsici cukup sulit. Sebab proses infeksi berada di sistem perakaran, tertutup tanah dan tidak terlihat mata. “Phytophthora capsici akan menyebabkan akar menjadi kehitaman, batang kerdil, layu, dan akhirnya mengalami kematian kurang lebih 2 minggu setelah proses inokulasi” kata Harnung di Yogyakarta, Selasa (24/10/2023).
Selama ini, tambah Harnung, pengendalian patogen jamur yang dilakukan petani menggunakan fungisida sintesis karena dianggap lebih praktis dan efektif. Namun penggunaan fungisida sintesis yang melebihi batas dapat membahayakan organisme lain, mengganggu kesehatan, menghasilkan residu hingga pencemaran lingkungan.
BACA JUGA : Mahasiswa SV UGM Ciptakan Komposter Pupuk Organik dengan Tenaga Matahari
Menurut Harnung, penggunaan fungisida sintetis dapat diminimalisir dengan menggunakan biofungisida. Harnung dan kawan-kawannya telah berhasil berinovasi membuat biofungisida berbahan dasar ekstrak daun kopi.
Nanda Rachma Agustina menambahkan daun kopi menggandung alkoid yang tinggi dan dapat menghambat pertumbuhan jamur phytophthora capsici. Alkaloid dapat menyisip di antara dinding sel dan DNA kemudian mencegah replikasi DNA jamur sehingga pertumbuhan jamur akan terganggu. “Berdasarkan penelitian daun kopi (Coffea Canephora) memiliki kandungan alkaloid yang cukup tinggi, yaitu sebesar 13.552 mg/g daun kopi tua” kata Nanda.
Sedang Respa Ardian menjelaskan subjek riset ini adalah nanoemulsi senyawa alkaloid daun kopi dengan variasi jumlah ekstrak senyawa alkaloid, dan kecepatan homogenizer. Bahan yang dibutuhkan yaitu daun kopi (C. canephora), reagen fitokimia, akuades, Virgin Coconut Oil (VCO), Kalsium Dodekilbenzen Sulfonat, Etoksilat Alkil Fenol, media Potato Dextrose Agar (PDA), alkohol 96%, metanol, n-heksana, etil asetat, silika gel, alkohol 70%, ketoconazole, isolat jamur P. capsici, dan bibit tanaman cabai.
BACA JUGA : Penelitian Mahasiswa UGM, Ganggang Spirulina Jadi Penurun Kolesterol Daging
Untuk ujicoba, kata Ardian, tim mahasiswa mempersiapkan tanaman cabai dan dipilih dari populasi yang sehat serta homogen. Selanjutnya, tanaman cabai diberi perlakuan infeksi jamur phytophthora capsici.
Langkah berikutnya, setelah tanaman cabai terinfeksi jamur phytophthora capsici kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok untuk diperlakukan berbeda-beda. Selanjutnya, nanoemulsi senyawa alkaloid ekstrak daun kopi diaplikasikan pada tanaman yang terinfeksi.
BACA JUGA : Mahasiswa UNY Ajari Ibu-ibu PKK Membuat Selai Kulit Semangka
Penerapannya, alkaloid disemprotkan dan disiramkan ke tanaman. Kemudian dilakukan pengamatan kondisi tanaman setelah disemprot dan disiram alkaloid, diperhatikan tanda tanda pertumbuhan jamur seperti pembusukan atau kerusakan pada bagian tertentu.
Setelah itu, kata Ardian, dilakukan analisis dengan menghitung persentase penghambatan pertumbuhan jamur pada setiap kelompok tanaman cabai. Capaian dari prosedur ini adalah data hasil pengujian in vivo yang dianalisis statistik untuk mengetahui efektivitas sediaan nanoemulsi terhadap tanaman cabai yang terserang jamur phytophthora capsici.
Sementara Amelia Noormufida Widya Hartanti mengatakan berdasarkan risetnya, dapat disimpulkan nanoemulsi formulasi 1 memiliki ukuran partikel paling kecil sebesar 11 nm. Nilai turbiditas dipengaruhi oleh ukuran partikel di mana semakin besar ukuran partikel maka turbiditas nanoemulsi akan semakin meningkat.
BACA JUGA : Aplikasi Funarri Karya Mahasiswa UNY untuk Cegah Pernikahan Dini
Persentase transmitansi akan meningkat apabila jumlah fraksi senyawa alkaloid yang ditambahkan semakin rendah. Viskositas dari semua formulasi memiliki nilai yang relatif rendah sekitar 6,0-7,1 cP. Nanoemulsi yang terbentuk juga bersifat stabil dimana nilai transmitansi, turbiditas, dan viskositas tidak berbeda nyata sebelum dan setelah penyimpanan.
Pengujian antifungi menunjukkan bahwa formula 1 menghasilkan zona hambat paling besar yaitu sebesar 17,8 mm. Pengujian in silico menunjukkan bahwa ligan berinteraksi hidrogen dengan Asp485 dan Mse484 (atom yang berinteraksi N-O), dan ligan berinteraksi hidrofobik dengan Mse488, Lys452, Leu448, dan Gly45 pada protein jamur phytophthora capsici.
“Formulasi sediaan nanoemulsi senyawa alkaloid ekstrak daun kopi paling stabil menghasilkan zona daya hambat phytophthora capsici terbesar dan paling efektif menyembuhkan infeksi jamur pada tanaman cabai,” kata Amelia. (*)
BACA JUGA : Laptop Shield untuk Reduksi Radiasi EMF Inovasi Mahasiswa UNY
Ikuti informasi penting tentang berita terkini perguruan tinggi, wisuda, hasil penelitian, pengukuhan guru besar, akreditasi, kewirausahaan mahasiswa dan berita lainnya dari JURNAL PERGURUAN TINGGI. Anda juga bisa berpartisipasi mengisi konten di JURNAL PERGURUAN TINGGI dengan mengirimkan tulisan, foto, infografis, atau pun video. Kirim tulisan Anda ke email kami: [email protected].