REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini terdapat 14 kasus aktif cacar monyet atau monkeypox di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, Maxi Rein Rondowu.
"Di Indonesia sampai hari ini atau 26 Oktober 2023 terdapat 14 kasus yang telah dikonfirmasi," katanya dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (26/10/2023).
Selain sejumlah kasus yang telah terkonfirmasi tersebut, Maxi juga mengungkapkan terdapat 17 kasus negatif atau discarded, dua kasus yang masih probable, serta sembilan suspek. "Probable artinya ada kontak dengan penderita, tetapi belum diambil sampel laboratoriumnya. Sedangkan suspek ada gejala yang sama, sudah diambil sampel, dan kita akan tunggu hasil laboratoriumnya sore atau malam ini," katanya.
Maxi juga mengemukakan karakteristik keempat belas orang yang terkonfirmasi mengidap cacar monyet. Tercatat sembilan orang berusia 25-29 tahun atau 64 persen, dan sisanya berusia 30-39 tahun, dan seluruhnya merupakan laki-laki yang tertular dan/atau menularkan melalui kontak seksual.
Dia menyebutkan 12 orang di antara mereka memiliki orientasi homoseksual atau lelaki suka lelaki (LSL), serta masing-masing satu orang biseksual dan heteroseksual. "Semuanya bergejala. Paling banyak memiliki lesi, demam, pembengkakan kelenjar getah bening, sakit saat menelan, nyeri otot, dan menggigil," ujarnya.
Selain itu, Maxi menyebutkan penularan cacar monyet juga diiringi dengan sejumlah kondisi penyerta, di antaranya 12 orang memiliki penyakit HIV, lima orang memiliki penyakit sifilis, dan satu orang memiliki penyakit hipertensi, di mana satu orang penderita dapat memiliki lebih dari satu kondisi penyerta.
Dia mengimbau masyarakat di berbagai daerah di Indonesia agar waspada terhadap cacar monyet. Pasalnya saat ini sudah terdapat kasus yang terjadi di luar DKI Jakarta, setelah sebelumnya kasus cacar monyet hanya terdeteksi di wilayah tersebut.
"Kalau di luar DKI kan Tangerang sudah ada. Apakah bisa terjadi di daerah lain? Tentu bisa," ucapnya.
Untuk itu, Kemenkes telah melakukan sejumlah upaya dalam menanggulangi penyakit cacar monyet, antara lain memperketat surveilans dengan melakukan penyelidikan epidemiologi, pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) terhadap kasus terkonfirmasi, serta melakukan notifikasi ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Selain itu, kata Maxi, pihaknya juga melakukan penanganan terapeutik kepada orang yang terkonfirmasi, melakukan vaksinasi ke 477 sasaran sejak 23 Oktober, serta bekerja sama dengan berbagai pihak dalam melakukan komunikasi risiko untuk dapat meminimalisasi penularan cacar monyet ke orang yang lebih banyak lagi.
Dia juga menekankan pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan berhubungan seks secara aman. Oleh sebab itu, Maxi menyebutkan keterbukaan kelompok LSL terhadap petugas kesehatan sangat diperlukan untuk menelusuri kasus ini, agar penanganan cacar monyet menjadi lebih maksimal.
"Kami butuh sekali keterbukaan kelompok yang positif ini, kalau mereka terbuka, kami akan sangat gampang sekali melakukan tracing," ujar Maxi Rein Rondonuwu.