Kamis 26 Oct 2023 18:45 WIB

Zalim, Kepala Daerah Dicopot Umar Bin Abdul Aziz

Umar bin Abdul Aziz mencopot kepala daerah yang zalim.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Kisah Umar bin Abdul Aziz Takut Peluang Korupsi (ilustrasi)
Foto: wikipedia
Kisah Umar bin Abdul Aziz Takut Peluang Korupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Cerita perihal pergantian jabatan dalam sebuah kekuasaan atau pemerintahan bukanlah sesuatu yang baru. Hal ini juga sempat terjadi di masa sahabat Nabi, yaitu  Umar bin Abdul Aziz.

Khalifah Umar diceritakan baru saja melantik seseorang sebagai pimpinan di suatu wilayah. Tak lama, ia mendapat kabar bahwa sosok tersebut pernah menjadi pimpinan yang diangkat oleh Hajjaj bin Yusuf.

Baca Juga

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi, dalam bukunya berjudul Kisah-Kisah Sahabat, menyebut Hajjaj merupakan Gubernur yang zalim pada zaman pemerintahan Yazid bin Muawiyah. Segera, Umar bin Abdul Aziz memutuskan untuk membatalkan penunjukkan tersebut.

Mendengar keputusannya ini, orang tersebut berkata, "Aku hanya sebentar bekerja pada Hajjah." Khalifah Umar lantas menjawab, "Satu hari atau kurang bersamanya, sudah cukup membuat buruk seseorang."

Dalam buku yang ia tulis, Syekh Maulana Zakariyya menyebut pengaruh suatu pergaulan pasti akan membekas. Jika seseorang berteman dengan orang-orang yang bertakwa, maka tanpa terasa ketakwaan itu akan membekas dalam dirinya dengan mudah.

"Demikian pula jika seseorang berteman dengan orang fasik, tanpa terasa kebaikannya itu juga akan mempengaruhinya," ujar dia.

Karena itu, berteman dengan orang yang memiliki akhlak buruk itu dilarang. Bahkan hanya berdekatan dengan binatang, seseorang dapat terpengaruh olehnya.

Kisah Khalifah Umar mencopot jabatan seseorang yang berlaku zalim tidak berhenti di situ. Ia pernah memecat Khalid ibn Rayyan dan memilih Amr ibn Muhajir al-Anshari sebagai penggantinya.

"Lepaskan pedang itu darimu," ujar Umar kepada Khalid. Setelahnya, ia menengadah dan berdoa, "Ya Allah, aku telah merendahkan Khalid ibn Rayyan karena-Mu. Ya Allah, jangan Engkau angkat dia selama-lamanya."

Di Mesir, sosoknya juga pernah memecat pejabat pengurus pajak bumi, Usamah ibn Zaid At-Tanukhi. Alasan pemecatannya karena Usamah merupakan sosok yang ceroboh, zalim, kerap menerapkan hukuman potong tangan untuk kasus yang belum jelas dan tidak memperhatikan syarat-syarat potong tangan.

Sebelum keputusan ini dikeluarkan, Umar telah beberapa kali menasihati khalifah terdahulu untuk memecat Usamah. Namunm apa yang ia sampaikan tidak digubris.

Karena itu, ketika Khalifah Umar memiliki kewenangan untuk mencabut jabatan Usamah tanpa hormat, ia tak menyia-nyiakannya. Bahkan, Usamah dipenjara di dua kota berbeda, yaitu Mesir dan Palestina, masing-masing satu tahun.  

 

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
۞ وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ
Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.

(QS. An-Nisa' ayat 12)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement