REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Calon pengantin wanita asal Palestina, Suwar Safi, berharap dapat mengenakan gaun putihnya dan menjalani kehidupan yang baru dengan kekasihnya, Ahmed. Namun impian itu sirna setelah Israel melancarkan serangan udara di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023.
“Semua orang mengatakan kepada saya, tidak apa-apa dan yakinlah ini adalah takdir kita dan kita harus menerimanya. Kami tidak mendapat kesempatan untuk merasakan kegembiraan itu," ujar Safi.
Safi (30 tahun) dan keluarganya tinggal di Gaza utara. Setelah pengeboman Israel, mereka mengungsi dan tinggal di tenda penampungan PBB di Khan Younis, Gaza selatan.
Sementara Ahmed berasal dari Khan Younis. Dia masih tinggal bersama keluarganya. Kendati pasangan tersebut tinggal di wilayah yang sama, mereka jarang bertemu karena perang.
Ketika perang meletus, Ahmed mencoba menelepon tunangannya dan keluarganya. Ahmed mencoba mengevakuasi mereka dari Gaza utara ke Gaza selatan.
Sebelumnya Israel telah mendesak warga Palestina di Kota Gaza untuk pindah ke selatan, karena lebih aman. Namun ketika sejumlah warga Gaza bergerak menuju selatan, Israel kembali melancarkan serangan udara yang menghantam daerah kantong tersebut.
“Bahkan ketika kami akhirnya berhasil mendapatkan mobil untuk membawa mereka ke sini, serangan udara terjadi saat mereka melarikan diri,” kata Ahmed (30 tahun).
Safi dan Ahmed dijadwalkan menikah pada 19 Oktober 2023. Ahmed mengaku tidak sabar untuk menantikan pernikahan ini. Namun hari bahagia yang dinanti pasangan itu berubah menjadi malapetaka.
“Sebagai pria berusia 30 tahun saya sudah tidak sabar menantikan pernikahan ini. Tapi tanggal 19 Oktober bertransformasi dari hari yang menyenangkan menjadi sebuah malapetaka yang penuh dengan kesedihan, kehancuran dan kematian,” ujar Ahmed.
Perang Palestina-Israel terbaru dimulai pada Sabtu (7/10/2023) ketika Hamas memulai Operasi Badai Al-Aqsa terhadap Israel. Hamas melancarkan serangan mengejutkan dengan menembakkan ribuan roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut, dan udara.
Hamas mengatakan, serangan ini merupakan tanggapan keras atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur oleh pemukim Yahudi, dan meningkatnya kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina. Israel dibuat kewalahan dengan operasi mendadak Hamas yang menggunakan taktik jenius.
Menanggapi tindakan Hamas, militer Israel melancarkan Operasi Pedang Besi di Jalur Gaza. Serangan udara Israel menghancurkan rumah warga sipil Gaza, gedung perkantoran, dan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, serta tempat ibadah. Ribuan warga sipil Gaza, termasuk anak-anak meninggal dunia.
Respons Israel meluas hingga memotong pasokan air, listrik, bahan bakar, dan makanan ke Gaza, yang semakin memperburuk kondisi kehidupan di wilayah yang terkepung itu sejak 2007. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan di Gaza, Kamis (26/10/2023), pengeboman Israel telah menyebabkan lebih dari 7000 warga Palestina meninggal dunia, termasuk sekitar 3000 anak-anak.