Jumat 27 Oct 2023 08:54 WIB

Khotbah Jumat KH Anang Rikza: Konsep Islam Tentang Patriotisme dan Nasionalisme

Khotbah jumat tentang nasionalisme dan membangun Indonesia.

Umat Islam dari berbagai daerah memadati Masjid Istiqlal, Jakarta, untuk bersama-sama membaca Alquran dalam kegiatan Indonesia Quran Hour (IQH). Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Nasaruddin Umar, pada tausyiahnya meyampaikan mengenai pentingnya umat Islam mentadaburi atau memahami makna ayat-ayat Alquran lewat alam semesta.
Foto: dok istimewa
Umat Islam dari berbagai daerah memadati Masjid Istiqlal, Jakarta, untuk bersama-sama membaca Alquran dalam kegiatan Indonesia Quran Hour (IQH). Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Nasaruddin Umar, pada tausyiahnya meyampaikan mengenai pentingnya umat Islam mentadaburi atau memahami makna ayat-ayat Alquran lewat alam semesta.

Oleh : KH. Anang Rikza Masyhadi, M.A., Ph.D (Pimpinan Pondok Modern Tazakka Batang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berikut ini adalah khotbah jumat pengasuh Pesantren tentang nasionalisme,

 

Baca Juga

إن الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره ونتوب إليه، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئاتنا أعمالنا، من يهدي الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي ولا رسول بعده. 

اللهم صل وسلم وبارك على حبيبنا وشفيعنا وقرة أعيننا سيدنا ومولانا محمد، وعلى آله وصحبه ومن اهتدى بهديه واستن بسنته إلي يوم القيامة.

أما بعد، فيا عباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله وطاعته لعلكم ترحمون.

قال الله تعالى في كتابه المبين: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم. يأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُواْ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عَندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ. 

وقال نبيه المصطفي أهل الصدق والوفا: من لم يشكر الناس لم يشكر الله.

Saudara-saudara kaum muslimin yang dirahmati Allah.

Marilah kita bersyukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat-Nya yang tak bisa kita hitung; yang terbesar adalah nikmat iman dan Islam. Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita, Rasulullah SAW yang telah memberi kita suri tauladan kehidupan yang agung sehingga kita menjadi tercerahkan dan selamat dunia akhirat. 

Saudara-saudarku, sidang Jumat yang dimuliakan Allah… 

Ketahuilah, bahwa salah satu nikmat Allah yang besar adalah adanya rasa aman, damai dan sejahtera dalam diri kita. Tanpanya, kita tak mungkin dapat hidup dengan tenang. Rasa aman, damai dan sejahtera itu pada gilirannya membuat kita dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna. Bersyukurlah bahwa kita ditakdirkan sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang hingga hari ini dalam keadaan aman, damai dan sejahtera. 

Kesejahteraan dan kedamaian bahkan disebutkan secara implisit sebagai salah satu pilar penting dalam kehidupan masyarakat, ketika Al-Quran memerintahkan kita untuk menyembah Allah yang dapat memberi makan untuk menghilangkan rasa lapar dan memberi rasa aman dari ketakutan, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Qurasy:

فَلۡيَعۡبُدُواْ رَبَّ هَٰذَا ٱلۡبَيۡتِ ٱلَّذِيٓ أَطۡعَمَهُم مِّن جُوعٖ وَءَامَنَهُم مِّنۡ خَوۡفِۢ  

Maka, hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) Rumah ini (yaitu Kabah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan memberi mereka rasa aman dari ketakutan. (Qs. Al-Quraisy [106]: 3-4)

Bukankah ini artinya adalah kesejahteraan dan keamanan? Menciptakan rasa aman dan memberikan kesejahteraan itulah tugas utama seorang pemimpin dimanapun dan kapanpun. Dengan keduanya maka akan terciptalah stabilitas dan harmoni kehidupan masyarakat. Sehingga, ketika kesejahteraan dan keamanan telah dapat terwujud di masyarakat, mereka dapat melaksanakan aktifitas sosial-ekonomi dengan baik, sebagaimana disinggung oleh ayat sebelumnya tentang kafilah dagang bangsa Arab di musim panas dan musim dingin.

Tentu saja, capaian keamanan dan kedamaian itu tak datang begitu saja, melainkan melalui proses panjang dan berliku yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita. Mereka dahulu berjuang dengan jiwa, raga, dan segala yang dimilikinya untuk memerdekakan negeri dan bangsa ini dari penjajahan. Hasilnya, kini kita hidup sebagai bangsa yang merdeka yang diliputi dengan kedamaian. 

Saudara-saudaraku kaum muslimin yang berbahagia…

Para pahlawan kemerdekaan itu memiliki jiwa patriotisme, yaitu sikap yang berani, pantang menyerah, dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Patriotisme berasal dari kata "patriot" dan "isme" yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa pahlawan. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), patriotisme adalah sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah air. Penting sebagai warga negara Indonesia memiliki kesadaran akan patriotisme. Tidak hanya diucapkan sebatas lisan saja, tetapi juga harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pengertian ini, Al-Quran mengapresiasi semangat pengorbanan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat yang bersamanya. 

لَٰكِنِ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ جَٰهَدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡخَيۡرَٰتُۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ  

Akan tetapi, Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan. Mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. At-Taubah [9]: 88)

Perhatikan dengan seksama penggalan ayat ini: “Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka.” Jadi, pengorbanan mereka secara eksplisit disebutkan dengan harta dan jiwa. Barangkali inilah yang menjadi spirit para pahlawan kita dalam merebut kemerdekaan, yaitu keberanian berkorban untuk tanah airnya dengan harta dan jiwa. 

Ayat ini menjawab ayat-ayat sebelumnya, yaitu tentang adanya keraguan sebagian sahabat yang tidak mau berperang dan berkorban, yang oleh Allah disifati dengan munafik. Ketika ada seruan: “‘Berimanlah kepada Allah dan berjihadlah bersama Rasul-Nya’, niscaya orang-orang kaya dan berpengaruh diantara mereka meminta izin kepadamu (Muhammad) untuk tidak ikut berjihad, dan mereka memilih duduk-duduk santai di rumah-rumah mereka. Hati mereka telah tertutup, sehingga mereka tidak bisa memahami hakekat kebahagiaan dalam pengorbanan itu.” (Qs. At-Taubah [9]: 86-87)

Saudara-saudaraku, sidang Jumat yang dirahmati Allah…

Jika patriotisme merupakan semangat cinta tanah air dan sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya, maka patriotisme ini akan bertemu dengan konsep nasionalisme. Nasionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.

Dengan kata lain, rasa nasionalisme bisa muncul saat solidaritas dibutuhkan, seperti saat saudara sebangsa dan senegara tertimpa musibah atau hal yang kurang beruntung. Maka, ketika bangsa ini diusik kedaulatan dan kehormatannya, nasionalisme kita akan bangkit secara kolektif untuk melawannya. Dan untuk melakukan perlawanan itu dibutuhkan sikap patriotisme dalam diri masing-masing orang.

Islam memandang penting patriotisme dan nasionalisme ini sebagai bagian dari fitrah setiap orang. Menurut pandangan Islam, seseorang yang mencintai keluarganya, dan tanah kelahirannya, dimana ia hidup, makan dan minum dari tanah airnya, maka hal itu adalah sikap fitrah yang timbul dari kesucian hati setiap orang. 

وَلَوۡ أَنَّا كَتَبۡنَا عَلَيۡهِمۡ أَنِ ٱقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ أَوِ ٱخۡرُجُواْ مِن دِيَٰرِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِّنۡهُمۡۖ

Dan seandainya telah Kami perintahkan kepada mereka: ‘Bunuhlah dirimu dan keluarlah kamu dari kampung halamanmu’, ternyata mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil saja dari mereka. (Qs. An-Nisa [4]: 66)

Dalam ayat itu digambarkan bahwa rasa cinta kepada kampung halaman sedemikian mengakarnya pada diri seseorang, sehingga apapun yang terjadi ia siap untuk berkorban mempertahankannya, bahkan jika pun harus nyawa taruhannya. Bukankah ini adalah salah satu sifat patriotisme?

Bahkan, Nabi Muhammad SAW pernah secara tegas mengatakan bahwa andaikata kaumnya di Makkah tak mengusirnya, maka beliau tak akan keluar dari Makkah. Dan ketika di Madinah, Rasulullah SAW mengatakan: “ketika Nabi Ibrahim AS menyucikan dan mendoakan untuk kebaikan Makkah, maka aku pun akan menyucikan Madinah sebagaimana Ibrahim melakukannya untuk Makkah” (HR. Muttafaq Alaih)

Salah satu doa Nabi untuk Madinah adalah seperti tertuang dalam beberapa Hadisnya yang masyhur:

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إلَيْنا المَدِينَةَ كما حَبَّبْتَ إلَيْنا مَكَّةَ أوْ أشَدَّ، وانْقُلْ حُمَّاها إلى الجُحْفَةِ، اللَّهُمَّ بارِكْ لنا في مُدِّنا وصاعِنا

“Ya Allah, jadikanlah kecintaan kami kepada Madinah sebagaimana kecintaan kami kepada Makkah atau lebih, dan pindahkanlah wabahnya, Ya Allah, berkahilah kami dalam makanannya.” 

Hadis ini sekaligus mengajarkan kepada kita agar terus menerus mendoakan untuk kebaikan tanah air dan bangsa Indonesia. Maka, janganlah sebaliknya, mendoakan yang buruk untuk tanah air dan bangsanya sendiri. 

Dalam konteks nasionalisme, dalam surat Al-Mumtahanah ayat 9, Allah melarang kita berkawan dengan orang-orang yang jelas-jelas memusuhi agama dan mengusir kita dari kampung halaman, juga dengan orang-orang yang membantu mereka. 

إِنَّمَا يَنۡهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَٰتَلُوكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَأَخۡرَجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمۡ وَظَٰهَرُواْ عَلَىٰٓ إِخۡرَاجِكُمۡ أَن تَوَلَّوۡهُمۡۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ  

Sesungguhnya, Allah melarang kamu menjadikan sebagai kawan orang-orang yang memerangimu dalam urusan agama dan mengusirmu dari kampung halamanmu, serta membantu orang lain untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim (Qs. Al-Mumtahanah [60]: 9)

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah…

Nasionalisme mengharuskan persaudaraan yang tulus tanpa membeda-bedakan suku, ras dan warna kulit. Makanya, beberapa sahabat Nabi tetap menyandang gelar suku dan asal daerahnya, seperti Salman Al-Farisi (karena ia berasal dari Persia); Bilal Al-Habasyi (berasal dari Habasyah / Etiopia); Shuhaib Al-Rumy (ia berasal dari Iraq, namun karena desanya pernah diserang sama tentara Romawi dan dia dijadikan budak selama kurang lebih 20 tahun di Romawi); dan lain sebagainya. Artinya, Nabi SAW menghargai perbedaan-perbedaan itu dan membiarkannya hidup dalam harmoni. 

Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa perbedaan warna kulit, ras, suku bahkan bahasa adalah bagian dari sunnatullah dalam kehidupan. 

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذلِكَ لآيَاتٍ لِّلْعَالَمِينَ (الروم : 22)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (Qs. Ar-Rum [30]: 22)

Justru, perbedaan-perbedaan itu diciptakan Allah agar kita dapat saling bekerjasama dalam kebaikan:

يأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُواْ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عَندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات : 13)

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q, s. al-Hujurāt / 49:13)

Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah…

Jiwa patriotisme dan nasionalisme itu penting dimiliki oleh setiap orang di negeri ini, sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mengajarkannya demikian. Dan untuk itu, kita harus tumbuhkan sikap persaudaraan antar sesama anak bangsa tanpa membedakan warna kulit, suku, ras dan adat-istiadat, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Allah dan Rasul-Nya. 

وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَٰناً وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٖ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ

Dan ingatlah nikmat Allah Ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan ketika itu kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah , Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (Qs. Ali Imran [3]: 103)

Saatnya kita bersatu padu untuk kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini. Sebagaimana para pahlawan dahulu dengan jiwa patriotismenya mengusir penjajah dari negeri ini dengan segenap jiwa, raga dan hartanya, maka saatnya kini kita rawat dan kita isi negeri ini dengan semangat patriotisme yang sama untuk mewujudkan kedamaian, kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan. 

أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات من كل ذنب، فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement