REPUBLIKA.CO.ID, HAIFA -- Seorang perempuan Israel yang ibunya ditawan oleh kelompok Palestina Hamas menyatakan penentangan hukuman kolektif terhadap orang-orang di wilayah Palestina, Gaza. Pemerintah Israel memutuskan semua akses kebutuhan dasar dan melakukan serangan tanpa pandang bulu ke Gaza selama berhari-hari.
“Saya rasa masyarakat Gaza tidak harus dihukum karena menurut saya, ibu saya tidak seharusnya dihukum karena kebijakan pemerintah,” kata Neta Heiman berbicara di rumahnya di kota pelabuhan Haifa, Israel.
Ibu Heiman, Ditza, yang berusia 84 tahun, termasuk di antara sekitar 220 orang yang disandera oleh Hamas. Sejauh ini, empat sandera telah dibebaskan.
Heiman percaya, bantuan medis ke Gaza harus diizinkan karena 2,3 juta penduduknya telah kehabisan makanan, air, obat-obatan dan bahan bakar. Sedangkan konvoi bantuan yang diizinkan masuk hanya membawa sebagian kecil dari yang dibutuhkan masyarakat.
“Rakyat Gaza tidak bisa disalahkan. Mereka juga menderita karena Hamas, bahkan mungkin lebih menderita daripada kita," ujar Heiman.
“Saya rasa kita tidak perlu menghentikan bantuan kemanusiaan,” katanya tegas.
“Jika komunitas internasional dapat memastikan bahwa bantuan tersebut akan disalurkan ke rumah sakit, maka kita perlu memberikan bahan bakar tersebut. Tapi jika tidak, maka tidak," kata Heiman mengenai kemungkinan bantuan bahan bakar ke daerah kantong tersebut dikutip dari Anadolu Agency.
Heiman juga mengeluhkan kurangnya perhatian internasional terhadap warga Israel yang disandera. Dia mengatakan, sandera pertama yang dibebaskan adalah warga negara Amerika Serikat. “Saya tidak berpikir mereka melakukan yang terbaik untuk semuanya," katanya.
“Prioritasnya adalah warga Amerika atau Eropa, dan ibu saya hanya warga Israel. Dia lahir di Israel. Dia hanya warga negara Israel,” katanya.
Heiman menyatakan, prioritas terendah dalam komunitas internasional. Dia meminta komunitas internasional untuk membantu membawa kembali para sandera sesegera mungkin karena setiap hari penting.
Israel melancarkan kampanye pemboman tanpa henti di Gaza menyusul serangan mengejutkan oleh Hamas pada 7 Oktober, yang menyebabkan penduduk di wilayah kantong tersebut dikepung total dan diblokade terhadap makanan, bahan bakar, dan pasokan medis. Hampir 8.500 orang meninggal dalam konflik tersebut, termasuk sedikitnya 7.028 warga Palestina dan 1.400 warga Israel.