REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat telah terjadi tren peningkatan hoaks terkait isu pemilihan umum (pemilu) sepanjang 2023. Pada 2022, dalam kurun waktu satu tahun hanya ada 10 isu hoaks pemilu. Sementara pada periode Januari-Oktober 2023, sudah ada 98 isu hoaks pemilu.
"Sepanjang 2022, hanya terdapat 10 hoaks pemilu. Namun sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober, terdapat 98 isu hoaks pemilu. Berarti terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat isu hoaks dibanding tahun lalu," ujar Menkominfo Budi Arie Setiadi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (27/10/2023).
Budi mengatakan, meski terlihat fluktuatif, peningkatan isu hoaks yang tersebar di tengah masyarakat mulai naik secara signifikan sejak pertengahan 2023. Mulai Juli 2023, sambung dia, isu hoaks pemilu tembus di angka belasan hingga Oktober 2023.
Perinciannya, ada 14 isu pada Juli, 18 isu pada Agustus, 13 isu pada September, dan 18 isu pada Oktober. Menurut Budi, penyebaran hoaks dan disinformasi dapat ditemukan di beragam dan berbagai media sosial.
Pihaknya mencatat, penyebaran hoaks dan disinformasi terkait pemilu paling banyak ditemukan di platform Facebook yang dimiliki oleh Meta. Saat ini, kata Budi, Kemenkominfo telah mengajukan take down 454 konten kepada Meta.
"Kondisi ini tentu menjadi kekhawatiran kita bersama. Hoaks pemilu sebagai salah satu bentuk information disorder tidak hanya menurunkan kualitas demokrasi, tapi juga berpotensi memecah belah persatuan bangsa," ujar Budi.
Dia menuturkan, hoaks dapat membuat integritas pemilu terkikis dari yang semestinya merupakan pesta demokrasi. Akibat lainnya, kata dia, adalah menimbulkan ketidakpercayaan antarwarga bangsa. Selain terhadap para peserta pemilu, hoaks juga menyerang lembaga penyelenggara pemilu.
"Belum lagi tidak hanya menyasar bacapres dan bacawapres. Isu hoaks dan disinformasi yang kami temukan turut menyasar reputasi KPU dan penyelenggaraan pemilu untuk menimbulkan distrust terhadap pemilu kita," kata Budi.