REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengungkapkan tantangan pembiayaan infrastruktur di Indonesia. Indonesia, sejak 2005-2006 mulai menerapkan sistem Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau dikenal juga dengan public-private partnership.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah mendirikan beberapa institusi untuk menjembatani kebutuhan public finance dengan sektor privat. Sejumlah lembaga berupa Special Mission Vehicle (SMV) dan Badan Layanan Umum (BLU) tersebut antara lain PT IIF, PT PII, PT SMI, LMAN, dan juga Indonesia Investment Authority (INA).
"Perjalanan untuk membangun infrastruktur itu dari zaman ke zaman selalu ada. Namun, tadi disampaikan bahwa keinginan dan kebutuhan yang sangat besar, dari sisi lain dihadapkan pada keuangan negara yang selalu terbatas karena kebutuhan dari negara itu tidak cuman infrastruktur," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (27/10/2023)
Sri Mulyani menyebut kebutuhan membangun infrastruktur sangat penting bagi suatu negara bisa maju. Baik itu dalam mengentaskan kemiskinan, membangun ekonomi, maupun meningkatkan daya saing dan produktivitas.
"Makanya tadi disebutkan dari kebutuhan infrastruktur ini kita hanya menyediakan paling besar 37 persen, tapi kan kita tidak berarti oh karena 37 persen ya kita capai 37 persen saja. Ini akan membuat Indonesia makin tertinggal kemajuannya, kemiskinan tidak teratasi, pengangguran merebak, dan produktivitas serta competitiveness kita menjadi sangat terganggu atau menurun," ucapnya.
Dia pun mengungkapkan, berbagai pengalaman pemerintah dalam mengatasi tantangan infrastruktur tersebut sangat sayang jika tidak dibukukan untuk diambil manfaatnya.
"Kementerian Keuangan pada hari ini sebetulnya menangkap berbagai pengalaman kita di dalam pembiayaan infrastruktur terutama KPBU itu dengan melihat begitu banyaknya pengalaman, kesulitan, inovasi yang muncul, rasanya sayang kalau tidak ditangkap atau tidak dibukukan dan dibagikan," ungkapnya.
Menurutnya, hal itu dapat digunakan juga sebagai bahan pembelajaran, baik untuk para birokrat, pembuat kebijakan, para akademisi, serta para pelaku usaha. Dia juga berharap pembelajaran tersebut dapat mendukung terciptanya community of practice dari berbagai bidang, baik sisi finansial, teknik, hukum, lingkungan, maupun sosial.
"Ini adalah effort yang luar biasa dari waktu ke waktu, dan saya senang kalau kita bisa membukukan, meng-capture-nya karena sering kita punya pengalaman terus yang nulis itu orang asing. Nanti jadi studi kasusnya di Harvard, di Columbia, Indonesia sendiri UI tidak pernah jadi studi kasus, UGM tidak membuat studi kasus, ITB tidak membuat studi kasus,” ucapnya.