REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Israel semakin mengintensifkan pemboman di Gaza pada Jumat (27/10/2023) malam, sesaat setelah resolusi PBB disahkan yang mengharuskan gencatan senjata dan membuka akses pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza. Pemboman oleh jet tempur dan artileri Israel ini menyasar Gaza di bagian utara.
Juru bicara militer Israel mengatakan bahwa pasukan darat Israel berusaha "memperluas operasi". Akibat dari pemboman pada Jumat malam tadi, ledakan keras mengguncang dekat Rumah Sakit al-Shifa.
Serangan dan pengeboman Israel ini dilakukan saat Gaza saat ini berada dalam kegelapan total, karena tidak tersedianya lagi tenaga listrik untuk penerangan. Kantor berita Aljazirah melaporkan, selain ledakan yang terjadi di dekat Rumah Sakit al-Shifa, Rumah Sakit Indonesia, serta kamp pengungsi Breij juga tidak luput dari sasaran ledakan.
Di tengah kegelapan yang nyaris sempurna, dengan ledakan-ledakan besar yang mengiringi bom-bom Israel yang sesekali meraung-raung di kegelapan malam. Sementara pemadaman komunikasi yang nyaris total di Gaza membuat sebagian besar penduduk di sana tidak dapat menjangkau layanan darurat.
Sementara Badan amal medis internasional, Doctors Without Borders (Medecins Sans Frontieres, atau MSF), mengatakan bahwa mereka "sangat prihatin dengan situasi di Gaza".
"Kami sangat mengkhawatirkan para pasien, staf medis dan ribuan keluarga yang berlindung di rumah sakit Al Shifa dan fasilitas kesehatan lainnya," tulis kelompok tersebut di media sosial.
"Kami menyerukan perlindungan yang tegas terhadap semua fasilitas medis, staf dan warga sipil di seluruh Jalur Gaza."
Sebelum dilancarkannya penyerangan dan pengeboman, Israel mengatakan bahwa sebuah bunker Hamas berada di bawah Rumah Sakit al-Shifa. Meskipun para pejabat Palestina dan staf rumah sakit dengan tegas membantahnya.
Rumah sakit ini merupakan rumah sakit terbesar di Gaza dan merupakan salah satu dari sedikit rumah sakit yang tidak beroperasi akibat penembakan Israel.