REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (27/10/2023) kehilangan kontak dengan stafnya di Gaza karena telekomunikasi terputus. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan keprihatinan besar terhadap keselamatan mereka dan risiko terhadap pasien yang rentan.
“Kami kehilangan kontak dengan staf kami di Gaza, dengan fasilitas kesehatan, pekerja kesehatan, dan mitra kemanusiaan kami lainnya di lapangan,” ujar Ghebreyesus, dilaporkan Middle East Monitor, Sabtu (28/10/2023).
Layanan komunikasi dan internet di Jalur Gaza terputus total pada Jumat malam di tengah pemboman besar-besaran Israel terhadap jalur feeder, menara, dan jaringan. Ooredoo Palestine, operator jaringan seluler di Tepi Barat, mengatakan, layanan telepon selulernya terputus total dari Jalur Gaza pada Jumat malam. Ghebreyesus mendesak perlindungan bagi warga sipil dan akses kemanusiaan.
“Kami mendesak perlindungan segera bagi semua warga sipil dan akses kemanusiaan penuh,” kata Ghebreyesus.
Militer Israel mengumumkan bahwa pasukan daratnya akan memperluas aktivitas mereka di Jalur Gaza pada malam hari. Pernyataan ini merupakan sebuah sinyal bahwa operasi darat yang telah lama dikhawatirkan mungkin telah dimulai.
Perang Palestina-Israel terbaru dimulai pada Sabtu (7/10/2023) ketika Hamas memulai Operasi Badai Al-Aqsa terhadap Israel. Hamas melancarkan serangan mengejutkan dengan menembakkan ribuan roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut, dan udara. Hamas mengatakan, serangan ini merupakan tanggapan keras atas penyerbuan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur oleh pemukim Yahudi, dan meningkatnya kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina. Israel dibuat kewalahan dengan operasi mendadak Hamas yang menggunakan taktik jenius.
Menanggapi tindakan Hamas, militer Israel melancarkan Operasi Pedang Besi di Jalur Gaza. Serangan udara Israel menghancurkan rumah warga sipil Gaza, gedung perkantoran, dan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, serta tempat ibadah. Ribuan warga sipil Gaza, termasuk anak-anak meninggal dunia.
Respons Israel meluas hingga memotong pasokan air, listrik, bahan bakar, dan makanan ke Gaza, yang semakin memperburuk kondisi kehidupan di wilayah yang terkepung itu sejak 2007. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Kesehatan di Gaza, hampir 8.800 orang meninggal dunia dalam konflik tersebut, termasuk setidaknya 7.326 warga Palestina dan 1.400 warga Israel. Sekitar 70 persen kematian di Gaza adalah perempuan dan anak-anak.