REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi awal musim hujan 2023/2024 umumnya akan terjadi pada Oktober-Desember 2023, yaitu sebanyak 477 zona musim (ZOM) atau 68,2 persen. Sementara itu, puncak musim hujan umumnya diprakirakan pada bulan Januari-Februari 2024, yaitu sebanyak 385 ZOM (55,1 persen).
Sifat hujan pada periode musim hujan 2023/2024 diprakirakan normal 566 ZOM (80,9 persen), atas normal sebanyak 69 ZOM (9,9 persen), dan bawah normal 64 ZOM (9,2 persen). Karena itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan institusi terkait untuk melakukan langkah mitigasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologis selama musim hujan, terutama di wilayah yang mengalami sifat musim hujan atas normal (lebih basah dibanding biasanya).
"Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana banjir dan tanah longsor," katanya, Senin (30/10/2023).
Selain itu, kata Dwikorita, masing-masing pemda diharapkan dapat lebih optimal dalam mengedukasi masyarakat tentang cara menghadapi risiko bencana yang mungkin terjadi selama musim hujan serta pentingnya memperhatikan peringatan dini.
"Pemda dan sektor terkait juga diharapkan dapat menjadikan informasi Prakiraan Musim Hujan 2023/2024 ini sebagai acuan untuk menyusun rencana Aksi Dini (Early Action), dalam rangka menekan kerugian yang dapat ditimbulkan adanya bencana hidrometeorologis," katanya.
BMKG mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem di masa peralihan atau pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan. Menurut BMKG, cuaca ekstrem berpotensi besar terjadi selama musim peralihan.
"Mulai dari hujan lebat disertai petir dan angin kencang serta hujan es," kata dia.
Dia mengatakan, arah angin bertiup sangat bervariasi sehingga mengakibatkan kondisi cuaca bisa dengan tiba-tiba berubah dari panas ke hujan atau sebaliknya. Namun, secara umum biasanya cuaca di pagi hari cerah, kemudian siang hari mulai tumbuh awan, dan hujan menjelang sore hari atau malam.
Dwikorita menyebutkan, awan Cumulonimbus (CB) biasanya tumbuh di saat pagi menjelang siang, bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas. Namun, menjelang sore hari, awan ini akan berubah menjadi gelap yang kemudian dapat menyebabkan hujan, petir, dan angin.
“Curah hujan dapat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi basah, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan yang rawan longsor, kami mengimbau untuk waspada dan berhati-hati," katanya.