Senin 30 Oct 2023 13:43 WIB

Harga Minyak Semakin Turun Jelang Pertemuan The Fed dan Berlanjutnya Konflik Timteng

Harga minyak Brent turun jadi 89,50 dolar AS per barel dan WTI turun jadi 84,54 dolar

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Kilang minyak (ilustrasi)
Foto: AP Photo/Jeri Clausing
Kilang minyak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Harga minyak turun satu dolar AS per barel karena investor bersikap hati-hati menjelang pertemuan kebijakan Fed dan data manufaktur China akhir pekan ini. Hal ini mengimbangi dukungan dari ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Seperti dilansir dari laman Reuters, Senin (30/10/2023) minyak mentah berjangka Brent turun 98 sen atau 1,1 persen, menjadi 89,50 dolar AS per barel pada pukul 00.01 GMT, sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS berada 84,54 dolar AS per barel atau turun satu dolar AS atau 1,2 persen,

Baca Juga

Investor mengamati hasil pertemuan kebijakan moneter Federal Reserve pada Rabu depan. Berdasarkan data ketenagakerjaan AS dan pendapatan dari raksasa teknologi Apple Inc (AAPL.O) untuk mencari tanda-tanda perlambatan ekonomi yang dapat berdampak pada permintaan bahan bakar konsumen minyak terbesar dunia.

Analis CMC Markets Tina Teng mengatakan Brent dan WTI berakhir tiga persen lebih tinggi pada Jumat lalu setelah Israel meningkatkan serangan daratnya ke Gaza, sehingga memicu kekhawatiran bahwa konflik dapat meluas di wilayah yang menyumbang sepertiga produksi minyak global.

"Meskipun perang Hamas-Israel meningkat, invasi darat sudah diperkirakan secara luas. Pertandingan akhir pekan ini menandakan tidak ada perluasan lebih lanjut ke dalam perang regional yang lebih luas, yang menyebabkan penurunan harga minyak," kata Teng.

Pekan lalu, Brent dan WTI menandai penurunan mingguan pertamanya dalam tiga minggu terakhir karena perkembangan di Timur Tengah membuat investor tetap waspada dan harga berfluktuasi.

China akan melaporkan PMI manufaktur dan jasa, dengan investor yang mencermati tanda-tanda lebih lanjut dari stabilisasi perekonomian dan peningkatan permintaan bahan bakar di negara importir minyak mentah terbesar dunia dan konsumen minyak nomor dua setelah Beijing meluncurkan sejumlah langkah kebijakan yang mendukung.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement