REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Makhyan Jibril Al Farabi mengajak masyarakat mewaspadai bahaya gangguan irama jantung atau aritmia. Hal ini ditandai dengan irama detak jantung yang tak beraturan.
"Prinsip jantung berdetak ada irama standar, yang berarti listrik jantung dan pompa darahnya bagus. Kalau tidak standar, itu menyebabkan makanan tidak sampai ke tubuh, tidak kuat memompa darah, dan membuat orang menjadi pingsan," katanya dalam gelar wicara terkait penanganan aritmia yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (30/10/2023).
Jibril mengatakan, gejala tersebut dapat menyerang siapapun dan pada rentang usia berapapun. Bahkan menurutnya, seseorang yang aktif dalam berolahraga seperti atlet sekalipun juga memiliki risiko aritmia.
Dia menyebutkan aritmia disebabkan oleh berbagai macam penyebab, seperti faktor genetik, kekurangan elektrolit, serta konsumsi obat-obatan tertentu yang mempengaruhi kerja jantung. Untuk itu, ia mengimbau masyarakat untuk mengenali risiko penyakit jantung melalui gerakan Meraba Nadi Sendiri atau Menari untuk dapat mengenali kerja jantung masing-masing.
"Supaya kita bisa aware dengan meraba denyut nadi menggunakan jari sendiri, kira-kira detak jantung normal berada pada 60-100 denyut per menit," ujarnya.
Dia mengatakan, jika didapatkan denyut lebih dari 100, maka seseorang harus waspada dengan melakukan senam jantung. Menurutnya, jantung yang berdetak dengan cepat atau berdebar-debar dapat dirasakan dengan sejumlah tanda seperti sesak saat berjalan, mudah lelah, dan perasaan ingin pingsan.
Adapun jika denyut lebih lambat, sambungnya, maka harus segera melakukan cek rekam jantung dan bahkan memberikan bantuan pacu jantung. Jika didiamkan, maka akan menyebabkan pingsan dan perasaan seperti penglihatan yang buyar. Untuk itu dia mengimbau kepada masyarakat untuk memperhatikan kesehatan jantungnya dan selalu hidup sehat dengan rajin melakukan aktivitas fisik, makan makanan sehat, serta beristirahat dengan cukup.