REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr Tjandra Yoga Aditama mengemukakan cara yang dapat dilakukan negara untuk mengendalikan cacar monyet atau mpox. Menurut dia, untuk pengendalian wabah cacar monyet maka setidaknya ada lima hal yang perlu dilakukan penentu kebijakan publik.
"Pertama adalah peningkatan pemahaman atau awareness masyarakat luas dan utamanya kelompok risiko tinggi," katanya dalam keterangan di Jakarta, Senin (30/10/2023).
Kedua, kata Tjandra, identifikasi kasus atau terduga kasus, yang hanya dapat dilakukan dengan surveilans yang ekstensif. Kemudian ketiga, adalah isolasi kasus.
Menurut dia, terdapat dua hal dalam isolasi ini yaitu mereka yang mulai bergejala agar melakukan isolasi sampai ada kepastian diagnosis penyakitnya. Jika terbukti, maka harus melakukan isolasi sampai semua kelainan kulitnya hilang dan tumbuh kulit baru yang bebas lesi kulit.
Sedangkan ke empat, penelusuran kontak erat dengan pasien positif mpox. "Jadi dari seluruh kasus yang ada sampai hari ini maka semua yang pernah kontak dengan pasien itu harus dicek satu persatu, jangan sampai ada yang luput, dan kemudian ditindaklanjuti sesuai keadaan kesehatannya masing-masing," ujarnya.
Hal kelima, vaksinasi, baik dalam bentuk Primary Prevention Vaccine yang diberikan pada kelompok berisiko tinggi, maupun Post Exposure Prevention Vaccine yang diberikan kepada mereka yang diduga tertular atau memiliki kontak erat. Selain itu, dia juga menganjurkan agar pemerintah mengganti nama cacar monyet menjadi mpox, sebagaimana yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengubah nama monkey pox menjadi mpox guna menghilangkan stigma, dan karena banyak kasus saat ini bukan berasal dari monyet.
Untuk diketahui, publikasi WHO pada 20 Oktober 2023 menyebutkan terdapat 91.123 kasus mpox di dunia. Sebagian besar (81,9 persen), terdapat pada 10 negara dengan kasus terbesar.
Amerika Serikat berada pada urutan pertama dengan 30.636 kasus dan di urutan ke 10 adalah Cina yang merupakan satu-satunya negara yang tergolong ke dalam kelompok tersebut dengan 1.799 kasus. Data WHO juga menyebutkan bahwa 96 persen kasus dunia diderita laki-laki dengan umur rata-rata kasus adalah 34 tahun. Lebih dari 80 persen penularan terjadi melalui hubungan seks, serta 52,7 persen kasus adalah orang dengan HIV positif.