Senin 30 Oct 2023 20:25 WIB

Jokowi: Memprediksi Arah Ekonomi Global Saat Ini tidak Mudah

Indonesia saat ini dilanda kekeringan di tujuh provinsi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang makan siang tiga bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan juga Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/10/2023).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang makan siang tiga bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan juga Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan tidak mudah memprediksi arah ekonomi global saat ini. Menurutnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang berpengalaman panjang berkarier di lembaga keuangan internasional saja tidak mudah melakukannya sehingga seluruh pihak baik di jajaran pusat dan daerah harus waspada.

"Saya sering mengatakan dunia sekarang semakin tidak jelas, ketidakpastian ekonomi global yang sulit dihitung. Bu Menkeu (Sri Mulyani) ini jam terbangnya sudah sampai ke mana-mana, tapi mengalkulasi, menghitung situasi ekonomi global betul-betul  tidak gampang dan sering unpredictable," kata Presiden Jokowi saat memberikan pengarahan kepada penjabat kepala daerah seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/10/2023).

Baca Juga

Jokowi menceritakan kebijakan moneter global saat ini yang sulit diprediksi. Terindikasi, hanya Bank Sentral Amerika Serikat, the Fed, yang menaikkan suku bunga, namun penyesuaian dari bank sentral paling berpengaruh di dunia itu telah membuat semua negara berkembang kerepotan karena terjadi pembalikan arus modal.

Hal lain yang juga menjadi penyebab ketidakpastian adalah perubahan iklim yang juga berdampak pada produksi pangan. Jokowi mengungkapkan dahulu dampak perubahan iklim kerap diremehkan. Namun, kini dampak perubahan iklim telah menimbulkan kekeringan yang akhirnya membuat produksi panen berkurang.

Akibat perubahan iklim itu, Indonesia harus mengimpor pangan untuk menutupi kekurangan produksi. Namun, untuk mengajukan impor ke berbagai negara produsen kini tidak mudah karena seluruh dunia menghadapi ancaman krisis pangan.

"Kedua, perubahan iklim banyak yang dahulu ‘ah apa, ndak kelihatan barangnya’ sekarang sudah nyata kelihatan. Kekeringan di tujuh provinsi dan beberapa negara menurunkan produksi beras kita. Kita mau tutup dari impor sekarang tak semudah dulu mencari beras impor," kata dia.

Jokowi menceritakan dirinya pernah berbicara dengan Perdana Menteri India Narendra Modi untuk mendapat kuota impor beras. Namun hal itu tidak tercapai karena India juga melakukan ekspor secukupnya saja untuk mengamankan stok nasional negara itu.

“Tapi dia (PM Modi) pakai sendiri untuk cadangan, tidak berani melepas, saya sudah bicara tidak berani melepas,” kata Jokowi.

Selain itu kata Presiden, negara-negara Asia Tenggara yang dulu menawarkan ekspor beras seperti Thailand dan Vietnam juga sekarang membatasi ekspor beras.

Dinamika ekonomi global seperti ini, ditekankan Jokowi, harus dipahami oleh seluruh penjabat kepala daerah. Para pemimpin daerah harus mewaspadai dampak terhadap perekonomian setempat dari ketidakpastian global ini.

“Situasi seperti ini bapak ibu harus tahu, sehingga dalam bekerja itu, ‘saya harus ke sini mengerti’. Kalau harga BBM naik artinya apa? inflasi akan naik. Inflasi naik artinya harga barang dan jasa juga akan naik larinya ke situ. Kita sendiri 7 provinsi kena super El Nino produksi turun, inilah yang harus semua waspada,” kata Jokowi.

Dalam pengarahan Presiden Jokowi itu, turut hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement