Selasa 31 Oct 2023 12:11 WIB

Dewan Keamanan PBB Kembali Gelar Sesi Darurat Bahas Palestina

Sebelumnya Dewan Keamanan gagal mengadopsi empat rancangan resolusi untuk Palestina

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Dewan Keamanan PBB kembali menggelar sesi darurat untuk membahas situasi Palestina, Senin (30/10/2023).
Foto: AP
Dewan Keamanan PBB kembali menggelar sesi darurat untuk membahas situasi Palestina, Senin (30/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Dewan Keamanan PBB kembali menggelar sesi darurat untuk membahas situasi Palestina, Senin (30/10/2023). Sebelumnya Dewan Keamanan gagal mengadopsi empat rancangan resolusi yang menyerukan jeda kemanusiaan di Jalur Gaza.

Pertemuan darurat Dewan Keamanan terbaru diselenggarakan atas permintaan Uni Emirat Arab (UEA). Permintaan untuk mengadakan pertemuan diajukan pada Sabtu (28/10/2023) lalu menyusul keputusan Israel memperluas operasi pertempuran daratnya di Gaza.

Baca Juga

Dalam pertemuan terbaru, Komisaris Jenderal Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) turut hadir untuk memaparkan kondisi di Gaza. Dia mengungkapkan, selama tiga pekan serangan Israel ke Gaza, hampir 3.200 anak-anak terbunuh. Angka itu melampaui jumlah anak-anak yang terbunuh setiap tahunnya di zona konflik dunia sejak 2019.

Lazzarini turut mengangkat tentang 64 staf UNRWA yang terbunuh selama tiga pekan serangan Israel ke Gaza. Kendati demikian, dia menekankan, hingga kini para staf UNRWA lainnya masih dengan berani melaksanakan tugas kemanusiaan mereka.

“Rekan-rekan saya di UNRWA adalah satu-satunya secercah harapan bagi seluruh Jalur Gaza, secercah cahaya ketika umat manusia tenggelam dalam masa-masa tergelapnya,” katanya, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.

Dia kemudian membahas tentang mulai masuknya konvoi bantuan kemanusiaan ke Gaza lewat pintu penyeberangan Rafah. Kendati demikian, Lazzarini menekankan, jumlah bantuan yang masuk masih sangat kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan lebih dari 2 juta penduduk Gaza.

“Sistem yang memungkinkan bantuan masuk ke Gaza akan gagal kecuali ada kemauan politik untuk membuat aliran pasokan bermakna, sesuai dengan kebutuhan kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Lazzarini.

Sementara itu, pada Senin lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan menolak gencatan senjata di Gaza. “Seruan gencatan senjata adalah seruan agar Israel menyerah pada Hamas, menyerah pada terorisme, menyerah pada barbarisme. Ini tidak akan terjadi,” ujarnya.

Dia kemudian menganalogikan serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu seperti ketika Jepang menyerang Pearl Harbour dalam Perang Dunia II. “Sama seperti Amerika Serikat yang tidak menyetujui gencatan senjata setelah pemboman Pearl Harbour atau setelah serangan 11 September (2001), Israel juga tidak akan menyetujui penghentian permusuhan dengan Hamas setelah serangan mengerikan pada 7 Oktober 2023,” kata Netanyahu.

Israel masih terus melancarkan serangannya ke Jalur Gaza. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, hingga Senin lalu, jumlah warga Gaza terbunuh akibat agresi Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 lalu telah mencapai sedikitnya 8.260 jiwa. Sementara korban luka melebihi 21 ribu orang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement