REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti telah mengembangkan tes darah sederhana yang dikombinasikan dengan penilaian psikiatri secara daring guna memberikan diagnosis gangguan bipolar yang lebih baik. Tim di University of Cambridge di Inggris menemukan bahwa tes darah saja dapat mendiagnosis hingga 30 persen pasien dengan gangguan bipolar, namun akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan penilaian kesehatan mental digital.
Memasukkan pengujian biomarker dapat membantu dokter membedakan antara gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar, yang memiliki gejala yang tumpang tindih namun memerlukan perawatan farmakologis yang berbeda.
Meskipun tes darah masih merupakan bukti konsep, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry menemukan bahwa tes darah bisa menjadi pelengkap yang efektif untuk diagnosis psikiatris yang ada dan dapat membantu peneliti memahami asal usul biologis dari kondisi kesehatan mental.
Gangguan bipolar mempengaruhi sekitar satu persen dari populasi sebanyak 80 juta orang di seluruh dunia namun hampir 40 persen pasien, gangguan ini salah didiagnosis sebagai gangguan depresi mayor.
“Orang dengan gangguan bipolar akan mengalami periode suasana hati yang buruk dan periode suasana hati yang sangat tinggi atau gejala mania,” kata penulis pertama studi Jakub Tomasik, dari Cambridge's Department of Chemical Engineering and Biotechnology, seperti dikutip dari The Week, Selasa (3/10/2023).
Menurut dia, pasien sering kali hanya menemui dokter ketika mereka sedang mengalami suasana hati yang buruk, itulah sebabnya gangguan bipolar sering salah didiagnosis sebagai gangguan depresi mayor.
Cara paling efektif untuk mendapatkan diagnosis gangguan bipolar yang akurat adalah pemeriksaan psikiatris lengkap. Namun, pasien biasanya harus menunggu lama untuk mendapatkan penilaian ini, dan memerlukan waktu untuk melakukannya.
“Penilaian psikiatrik sangat efektif, namun kemampuan untuk mendiagnosis gangguan bipolar dengan tes darah sederhana dapat memastikan bahwa pasien mendapatkan pengobatan yang tepat untuk pertama kalinya dan mengurangi beberapa tekanan pada profesional medis,” kata Tomasik.
Para peneliti menggunakan sampel dan data dari studi Delta, yang dilakukan di Inggris antara tahun 2018 dan 2020, untuk mengidentifikasi gangguan bipolar pada pasien yang telah didiagnosis gangguan depresi mayor dalam lima tahun sebelumnya dan memiliki gejala depresi saat ini.
Lebih dari 3.000 peserta direkrut, dan mereka masing-masing menyelesaikan penilaian kesehatan mental online yang terdiri lebih dari 600 pertanyaan.
Penilaian tersebut mencakup berbagai topik yang mungkin relevan dengan gangguan kesehatan mental, termasuk episode depresi di masa lalu atau saat ini, kecemasan umum, gejala mania, riwayat keluarga, atau penyalahgunaan zat.