REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengajak industri membahas topik mengenai pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) agar dapat berkontribusi secara optimal menumbuhkan ekonomi digital nasional.
Diskusi itu dikemas dalam Forum Ekonomi Digital Kementerian Kominfo (FEDK) edisi VI yang juga membahas batasan, tantangan, hingga posisi pemerintah agar inovasi teknologi tersebut dapat secara maksimal memberikan manfaat positif bagi perekonomian digital Indonesia yang baru berkembang.
"Indonesia perlu mengambil langkah strategis baik dari investasi pengembangan infrastruktur digital, pengembangan literasi digital masyarakat, hilirisasi ekonomi digital yang memberdayakan, maupun pemanfaatan emerging technologies seperti AI," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Mira Tayyiba di Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).
Pembahasan potensi AI dan sikap ekosistem digital di Indonesia untuk menumbuhkan ekonomi digital nasional menjadi penting. Sebab, dalam laporan dari perusahaan riset Kearney pada 2023 menyebutkan, AI dapat berkontribusi sebesar 366 miliar dolar AS (Rp 5.820 triliun) pada PDB Indonesia di 2030 apabila dapat secara optimal dimanfaatkan.
Meski begitu, Indonesia tak bisa menutup mata bahwa AI pun memiliki potensi penyalahgunaan yang dapat berbahaya apabila tidak diatur dengan bijak. Potensi negatif itu dapat dilihat dalam laporan Universitas Stanford yang menyebutkan selama satu dekade di periode 2012-2022, telah terjadi peningkatan insiden sebesar 26 kali lipat atas penyalahgunaan AI. Contohnya seperti menciptakan disinformasi hingga memanipulasi opini publik.
Sekretaris Jenderal Direktorat Jenderal Aplikasi dan Informatika (Ditjen APTIKA) Kemenkominfo I Nyoman Adhiarna berharap dengan adanya FEDK yang membahas AI maka pemerintah dan pelaku industri bisa sama-sama berbagi pengalaman dan pandangan dalam menyikapi AI untuk menumbuhkan ekonomi digital nasional.
"Jadi secara umum dari diskusi hari ini banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam pengaturan AI. Kami memang harus hati-hati, karena terlalu lambat mengatur itu tidak baik tapi terlalu cepat juga begitu. Karena potensi pemanfaatannya memang besar namun risikonya perlu diantisipasi," ujar Nyoman.