Selasa 31 Oct 2023 18:43 WIB

Usai Diperiksa MKMK, Anwar Usman Tegaskan Bantah Lobi-Lobi Hakim

Tak mundur meski ada konflik kepentingan, Anwar sebut yang tentukan jabatan Allah

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) bersiap menjalani sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menggelar sidang tertutup dengan terlapor Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Anwar Usman dilaporkan oleh sejumlah masyarakat karena dinilai memiliki konflik kepentingan dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan kepala daerah di bawah usia 40 tahun menjadi capres atau cawapres.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) bersiap menjalani sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menggelar sidang tertutup dengan terlapor Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Anwar Usman dilaporkan oleh sejumlah masyarakat karena dinilai memiliki konflik kepentingan dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan kepala daerah di bawah usia 40 tahun menjadi capres atau cawapres.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman telah menuntaskan pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) pada Selasa (31/10/2023) atas laporan dugaan pelanggaran etik. Anwar membantah ada lobi-lobi dalam putusan MK soal syarat usia capres. 

"Ditanya apa saja pak?" tanya wartawan kepada Anwar usai pemeriksaan. 

Baca Juga

"Ya nanya-nanya seperti yang ada di berita adik-adik ya, dikonfirmasi," jawab Anwar. 

 

Anwar membantah melobi hakim MK lain demi menggolkan putusan yang pro pencawapresan Gibran Rakabuming. 

 

 

"Bah! Ya kalau begitu putusannya masa begitu, oke?" jawab Anwar. 

 

 

"Enggak ada, lobi-lobi gimana. Sudah baca putusannya belum? Ya sudah," jawab Anwar. 

 

Anwar pun lagi tak mau mundur dari perkara gugatan batas usia Capres-Cawapres. Padahal perkara itu beririsan erat dengan Gibran yang merupakan keponakan Anwar. 

 

"Kenapa tidak mundur di perkara itu?" tanya wartawan. 

 

"Yang menentukan jabatan Allah yang maha kuasa," jawab Anwar. 

 

Anwar juga merasa tak masalah saat singkatan MK dijadikan Mahkamah Keluarga. Alasannya karena MK menyidangkan perkara dari masyarakat Indonesia. 

 

"Kalau ada pernyataan Mahkamah Keluarga gimana?" tanya wartawan. 

 

"Benar, keluarga bangsa Indonesia. Gitu," jawab Anwar. 

 

"Di UU kekuasaan kehakiman kan diatur bahwa hakim harus mundur dari perkara yang kemungkinan ada konflik kepentingan, jika tidak, maka keputusan itu tidak sah?" tanya wartawan lagi. 

 

"Siapa? Kepentingan siapa? Ini pengadilan norma, semua bangsa Indonesia, rakyat Indonesia," jawab Anwar. 

 

"Tapi kan dalam pertimbangannya disebutkan secara jelas nama mas Gibran?" cecar wartawan. 

 

"Oh nggak ada di pertimbangan, coba baca," jawab Anwar. 

 

Diketahui, MK akhirnya menyatakan pembentukkan MKMK guna merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukkan MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih. 

 

Deretan pelaporan terhadap MK merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023). 

 

Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement