REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengajak madrasah untuk ikut berperan membangun kualitas kependudukan bangsa.
"Karena remaja itu menjadi populasi strategis. Kalau kita ingin mengubah kualitas penduduk, nanti siapa yang menjadi pasangan baru, menikah, lalu hamil? Kan remaja yang ada di bangku sekolah, sehingga peran madrasah di sini menjadi penting," ujar Hasto di Jakarta, beberapa waktu lalu.
BKKBN meluncurkan Sistem Informasi Peringatan Dini Pengendalian Penduduk (Siperindu) dan laporan kependudukan Indonesia tahun 2023 pada Kamis (19/10) di Kantor BKKBN, Jakarta Timur.
Hasto menyampaikan aplikasi Siperindu tersebut mampu membantu bagaimana meningkatkan kuantitas dan kualitas penduduk dan menjadi sistem peringatan dini tentang kependudukan.
Ia mengungkapkan pentingnya menyasar para siswa mulai dari tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) agar memahami lebih dalam tentang program-program Keluarga Berencana (KB) dan kependudukan.
"Banyak masyarakat kita, utamanya orang tua, yang masih buta pemahaman tentang proses biologis, sehingga yang disampaikan itu kurang tepat, misalnya pemikiran bahwa untuk menghindari zina maka lebih baik kawin anak saja, tetapi itu kan dari satu kacamata saja. Nah nanti mesti ada penjelasan, kalau berhubungan seks terlalu muda itu mudah menderita kanker mulut rahim," paparnya.
Ia mengatakan orang yang terlalu muda ukuran panggulnya belum cukup untuk menikah, karena akan melahirkan anak berisiko stunting dan menderita permasalahan kesehatan lainnya.
"Ketika kita menjelaskan begitu, maka nanti dia akan lebih terbuka, karena ini juga ilmu Tuhan, lho, itu yang perlu kita sampaikan kepada mereka biar mereka punya kacamata yang lebih kompleks sedikit, karena tidak semua manusia sempurna saat menafsirkan hadits, ayat-ayat itu, pasti butuh kajian-kajian yang lebih luas, tujuannya begitu," ucapnya.
Dalam hadits dan ajaran Islam sudah disampaikan bahwa otak manusia akan menutup dengan sempurna pada usia 24 bulan, maka program-program untuk mengoptimalkan pola pengasuhan, pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, dan nutrisi di 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), menjadi salah satu solusi dan bukti konkret bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tersebut merupakan implementasi dari ajaran agama.
Hasto menekankan makna kependudukan saat ini sudah harus berubah, apabila sebelumnya hanya fokus pada pengendalian penduduk secara kuantitas, maka sekarang harus lebih mementingkan kualitas.
"Kalau dulu lebih memikirkan masalah kuantitas, mortalitas, fertilitas, migrasi, dan semua hitungan-hitungan kuantitas yang agar penduduk tumbuh seimbang, pola-polanya begitu, sekarang yang kita tekankan, isu-isu yang harus selalu dinyanyikan itu keseimbangan antara kualitas dan kuantitas," tuturnya.
Permasalahan tentang stunting, menurutnya, juga erat dengan kualitas yang faktornya dipengaruhi pula oleh kuantitas seorang individu.
"Saya ingin selalu mengajak untuk berpikir 2-3 langkah ke depan, karena setelah stunting ini teratasi kita masih menghadapi masalah yang tidak terlihat atau tercermin dari sisi fisik, contohnya gangguan mental dan emosional," katanya.
Untuk mengatasi permasalahan gangguan mental dan emosional yang rentan terjadi pada remaja tersebut, Hasto menyebutkan pentingnya orang tua dan sekolah melibatkan psikolog dan psikiater, agar siswa juga dapat belajar dengan baik untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.