Rabu 01 Nov 2023 10:36 WIB

Distribusi Makanan dan Medis Tersendat di Gaza

Kekurangan bahan bakar hingga jalanan yang tertutup puing menjadi hambatan di Gaza

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Truk Bulan Sabit Merah Mesir yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza melintasi gerbang perbatasan Rafah, di Rafah, Mesir, Sabtu,
Foto: AP Photo/Mohammed Asad
Truk Bulan Sabit Merah Mesir yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza melintasi gerbang perbatasan Rafah, di Rafah, Mesir, Sabtu,

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Distribusi makanan dan pasokan medis sulit disebar di wilayah kantung Palestina, Gaza. Kekurangan bahan bakar yang kronis, jalanan yang tertutup puing-puing akibat penembakan Israel dan kepadatan penduduk yang disebabkan oleh pengungsian warga sipil menjadi alasannya.

Meskipun terjadi peningkatan pasokan, jumlah truk bantuan yang memasuki Gaza masih sangat kecil dengan rata-rata 14 truk setiap hari. Padahal, sebanyak 400 truk dikirim setiap hari pada waktu normal untuk populasi 2,3 juta jiwa.

Baca Juga

“Tingkat bantuan kemanusiaan yang diizinkan masuk ke Gaza hingga saat ini sama sekali tidak memadai dan tidak sepadan dengan kebutuhan masyarakat di Gaza, sehingga memperburuk tragedi kemanusiaan,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengulangi seruannya untuk bantuan kemanusiaan dan gencatan senjata.

Aliran bantuan ke Gaza telah menurun tajam sejak Israel mulai menembaki daerah kantong Palestina pada 7 Oktober 2023. Jumlah korban terbunuh akibat pemboman tersebut telah menimbulkan kegemparan internasional. Otoritas medis di Gaza yang dipimpin Hamas mengatakan pada Selasa (31/10/2023), bahwa 8.525 orang termasuk 3.542 anak di bawah umur telah terbunuh.

Badan pengungsi Palestina PBB (UNRWA) mengatakan, pengambilan bahan makanan oleh warga Gaza yang kelaparan pada akhir pekan lalu di salah satu dari dua gudang mereka telah mempersulit pekerjaan. Gudang kedua di dekat perbatasan Rafah dengan Mesir juga menjadi lebih sulit dioperasikan karena 8.000 pengungsi berlindung di gudang tersebut.

Badan PBB tersebut juga mencatat, 67 pekerjanya terbunuh di Gaza sejak 7 Oktober. Jumlah tersebut menjadi yang tertinggi atas kematian staf PBB yang terbunuh dalam konflik apa pun dalam rentang waktu yang singkat.

Juru bicara UNRWA Juliette Touma mengatakan, prioritas badan tersebut adalah memberikan bantuan kepada setidaknya 670 ribu pengungsi di 150 tempat penampungan. Sementara prioritas lainnya adalah menyediakan tepung terigu untuk toko roti.

Menurut Touma, jumlah pengungsi empat kali lebih banyak dari yang direncanakan UNRWA sebelum perang sebagai skenario terburuk. “Kami jauh melampaui kapasitas kami untuk melakukan lebih dari itu," ujar Touma.

Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah mengatakan, gudang mereka di Kota Gaza mengalami kerusakan parah pada Senin (30/10/2023) dan tidak dapat digunakan lagi. Kepala komunikasi UNICEF Palestina Jonathan Crickx menyatakan, badan itu dapat mendatangkan pasokan medis hanya saja mendistribusikannya sangat sulit.

“Ancaman pemboman, puing-puing, dan kekurangan bahan bakar yang terus-menerus membuat jalan-jalan menjadi sangat berbahaya dan tidak dapat diakses di banyak wilayah Jalur Gaza,” kata kepala komunikasi UNICEF Palestina Jonathan Crickx.

Para pejabat bantuan kemanusiaan menyatakan, distribusi sangat sulit dilakukan di Gaza utara, yang merupakan fokus utama operasi militer Israel. Beberapa pihak telah menghentikan semua pengiriman.

Warga Gaza yang terluka akan dibawa ke perbatasan Mesir...

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement