Rabu 01 Nov 2023 16:43 WIB

Akses Sanitasi Kurang, Perempuan Gaza Terpaksa Minum Pil Penunda Menstruasi

Pil norethisterone mencegah peluruhan dinding rahim yang menyebabkan menstruasi.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Seorang gadis muda membawa makanan yang didistribusikan di kamp darurat di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada (25/10/2023). Perempuan Gaza terpaksa meminum pil penunda menstruasi.
Foto: Mahmud HAMS / AFP
Seorang gadis muda membawa makanan yang didistribusikan di kamp darurat di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada (25/10/2023). Perempuan Gaza terpaksa meminum pil penunda menstruasi.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Banyak perempuan Palestina yang terpaksa meminum pil penunda menstruasi karena kondisi yang tidak sehat dan menyedihkan akibat serangan Israel yang terus berlanjut di Gaza. Kurangnya akses terhadap air dan produk kebersihan menstruasi seperti pembalut wanita dan tampon membuat para perempuan Gaza mengonsumsi obat pil norethisterone untuk menunda menstruasi.

Seorang konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan Kota Khan Younis, Dr Walid Abu Hatab mengatakan, obat tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi untuk menghentikan rahim melepaskan lapisannya sehingga menunda menstruasi. Pil tersebut mungkin memiliki efek samping seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing dan perubahan suasana hati. Namun, beberapa wanita seperti Salma Khaled mengatakan, mereka tidak punya pilihan selain mengambil risiko di tengah gencarnya pengeboman Israel dan blokade Gaza.

Baca Juga

Salma meninggalkan rumahnya di lingkungan Tel al-Hawa di Kota Gaza dua pekan lalu dan tinggal di rumah kerabatnya di kamp pengungsi Deir el-Balah di Gaza tengah. Wanita berusia 41 tahun ini mengatakan, dia terus-menerus berada dalam ketakutan, ketidaknyamanan dan depresi, yang berdampak buruk pada siklus menstruasinya.

“Saya mengalami hari-hari tersulit dalam hidup saya selama perang ini. Saya mendapat menstruasi dua kali dalam bulan ini, yang sangat tidak teratur bagi saya, dan mengalami pendarahan hebat," ujar Salma, dilansir Aljazirah, Selasa (31/10/2023).

Salma mengatakan, persediaan pembalut di beberapa toko dan apotek yang masih buka tidak mencukupi. Sementara itu, berbagi rumah dengan puluhan kerabat di tengah kekurangan air telah membuat kebersihan rutin menjadi sebuah kemewahan, bahkan mustahil. Penggunaan kamar mandi harus dijatah, dan mandi dibatasi beberapa hari sekali.

Apotek dan toko sama-sama menghadapi berkurangnya persediaan akibat pengepungan total yang dilakukan Israel. Selain itu, pengeboman Israel terhadap jalan-jalan utama di Jalur Gaza telah menghambat pengangkutan produk-produk medis ke apotek.

Tanpa sarana untuk mengatur menstruasi seperti biasanya, Salma memutuskan untuk mencoba mencari pil penunda menstruasi. Obat penunda menstruasi umumnya lebih banyak tersedia di beberapa apotek karena jarang digunakan.

“Saya meminta putri saya pergi ke apotek dan membeli pil penunda menstruasi. Mungkin perang ini akan segera berakhir dan saya tidak perlu menggunakannya lebih dari sekali," ujar Salma yang mengkhawatirkan kemungkinan efek samping pil tersebut pada tubuhnya.

Salma menyesali dampak perang terhadap....

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement