REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Israel telah memutus layanan telekomunikasi dan internet di Gaza untuk kedua kalinya. Penyedia telekomunikasi Paltel melaporkan “gangguan total” layanan komunikasi dan internet di Gaza pada Rabu (1/11/2023) pagi.
Kontributor Aljazirah, Hani Mahmoud, yang memberikan informasi terkini secara sporadis melalui satelit dari Khan Younis, Gaza selatan, mengatakan, pemadaman listrik pada Rabu mengirimkan gelombang kekhawatiran dan ketakutan di antara orang-orang dan pengungsi di bagian selatan Gaza.
“Pemadaman listrik ini sangat tragis bagi masyarakat di sini dan merupakan indikasi bahwa sesuatu yang serius sedang terjadi,” ujar Mahmoud.
Mahmoud mengatakan, kurangnya komunikasi dapat meningkatkan kekhawatiran masyarakat terhadap keluarga dan kerabat mereka. “Bagian tersulitnya adalah ketidakmampuan untuk mengetahui secara pasti apa yang sedang terjadi. Menjadi semakin sulit untuk memahami situasi di Kota Gaza dan bagian utara ketika tank-tank Israel bergerak untuk memisahkan wilayah utara dari selatan," kata Mahmoud.
Pemadaman listrik juga membahayakan pekerjaan lembaga-lembaga kemanusiaan karena mereka kehilangan kontak dengan anggota tim mereka. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Komunikasi Palestina mengimbau Mesir, untuk mengoperasikan stasiun komunikasi di dekat perbatasan Gaza dan mengaktifkan layanan roaming di jaringan Mesir.
Marwa Fatafta, manajer advokasi dan kebijakan Timur Tengah dan Afrika Utara di Access Now, mengatakan, Israel menggunakan pemadaman internet sebagai taktik perang untuk menimbulkan lebih banyak penderitaan pada penduduk. Bahkan di luar pemadaman listrik, komunikasi di Gaza bersifat sporadis dan tidak dapat diandalkan.
"Dengan jaringan seluler G2 di Gaza semakin hancur karena kekurangan bahan bakar dan kerusakan infrastruktur," ujar Fatafta.
Pada Senin (30/10/2023), Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan kepada Dewan Keamanan, Amerika Serikat telah menjelaskan kepada Israel bahwa mereka prihatin atas terputusnya komunikasi di Jalur Gaza. “Penutupan telekomunikasi membahayakan kehidupan warga sipil, personel PBB, dan pekerja kemanusiaan serta berisiko memperburuk krisis kemanusiaan di Gaza,” katanya.