REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Staf di organisasi pemerintah dan non-pemerintah Jerman yang beroperasi di Yordania, termasuk Kedutaan Besar Jerman, menghadapi potensi ancaman pemecatan jika mereka terlibat dalam advokasi pro-Palestina secara daring.
Hal itu didasarkan pada kesaksian yang diberikan kepada Middle East Eye, Rabu (11/1/2023). Dalam beberapa kasus, karyawan juga diminta untuk menyatakan ketidaksetujuan mereka atas serangan Hamas ke Israel selatan pada tanggal 7 Oktober.
Tindakan itu sejalan dengan sikap Partai Sosial Demokrat yang berkuasa di Jerman, yang saat ini mendukung operasi militer Israel di Gaza. Saat ini serangan mendadak yang dipimpin Hamas terhadap Israel telah menewaskan 1.400 orang.
Sebagian besar dari mereka adalah warga sipil. Sementara operasi militer Israel berikutnya di Gaza telah menewaskan hampir 9.000 orang yang sebagian besar adalah warga sipil Palestina. Kelompok-kelompok Palestina juga telah membawa sedikitnya 240 tawanan Israel kembali ke Gaza.
Menanggapi tindakan terbaru terhadap staf di tempat kerja Jerman, LSM Yordania Aksi untuk Mendukung Perlawanan dan Menghadapi Normalisasi, sebuah aliansi partai politik, serikat pekerja, dan entitas independen, mengkritik keras sikap organisasi asing di Yordania.
Lembaga tersebut menyatakan lembaga asing di Yordania telah melakukan tindakan yang tidak semestinya, melalui tekanan yang diberikan pada karyawannya untuk mendapatkan posisi yang bersimpati pada aktivitas Zionis.
Koordinator organisasi tersebut, Mohammad Al Absi, mengecam kebijakan yang diadopsi oleh entitas asing tersebut. Dia mengungkapkan, organisasi asing tertentu yang beroperasi di Yordania, secara konsisten salah mengartikan nilai-nilai dan cita-cita mereka sebagai pejuang kebebasan.
"Termasuk juga nilai-nilai liberal, hak asasi manusia, sosial demokrasi, dan slogan-slogan menyesatkan lainnya, yang kini menekan karyawannya. Kelompok kami telah memperoleh bukti dan pengaduan dari beberapa karyawan tersebut," tuturnya.