REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tiga relawan organisasi kemanusiaan MER-C asal Indonesia yang bertugas di Rumah Sakit Indonesia di Gaza menolak dievakuasi dari pusat konflik antara Israel dan kelompok Hamas. “Ketiga WNI itu memang memilih tetap tinggal untuk menjalankan tugas kemanusiaan di RS Indonesia (di Gaza) dan kita hargai pilihan tersebut,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Dia menjelaskan, sesuai dengan UU Tahun 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, tugas negara adalah menyelamatkan WNI dari zona berbahaya ke lokasi yang aman, tetapi harus dilakukan secara sukarela. “Kami tidak bisa memaksa. Negara bertugas menyiapkan dan menyediakan fasilitas (evakuasi) tersebut, tetapi pilihan kembali ke pribadi masing-masing WNI,” kata Judha.
Sementara itu, tujuh WNI lain yang berada di Gaza sedang menunggu untuk bisa dievakuasi oleh tim KBRI Kairo yang saat ini telah tiba di perbatasan Rafah. Ketujuh WNI tersebut terdiri dari dua keluarga WNI yang menikah dengan warga Palestina, beserta anak-anak mereka.
Evakuasi para WNI tersebut akan dilakukan dari rumah mereka, masing-masing di Gaza utara dan Gaza selatan, menuju ke perbatasan Rafah kemudian masuk ke wilayah Mesir, sebelum kemudian diterbangkan ke Jakarta.
Judha menegaskan prioritas pemerintah dalam mengevakuasi para WNI yakni menjamin keselamatan mereka. “Kami tidak mungkin menggerakkan warga negara kita kalau kondisinya tidak aman. Karena situasi di lapangan sangat dinamis jadi upaya ini memerlukan kerja sama dan komunikasi dari berbagai pihak,” ujar dia.
Sejak meletusnya konflik yang dipicu serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023, pemerintah telah memfasilitasi evakuasi empat WNI dari total 136 WNI yang saat itu tercatat di Israel. Pemerintah juga mencatat beberapa WNI lain yang melakukan evakuasi mandiri menggunakan penerbangan komersial.
Saat ini, kata Judha, Kemlu mendata terdapat 123 WNI di Israel yang memilih tetap tinggal di wilayah masing-masing karena masih merasa aman. Sebagian besar dari ratusan WNI tersebut berstatus sebagai pelajar di Israel, yang kondisinya terus dipantau oleh pemerintah melalui KBRI Amman di Yordania.