REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) mengakui masih kesulitan untuk memperoleh pasokan gabah yang siap digiling menjadi beras. Masa paceklik beras diproyeksi juga akan lebih panjang dari biasanya. Alhasil, tingginya harga beras akan dirasakan lebih lama oleh masyarakat.
Ketua Umum Perpadi Sutarto Alimoeso menyampaikan, suplai gabah pada penghujung tahun ini masih jauh dari kebutuhan penggilingan secara nasional. Mau tak mau, sebagian penggilingan memilih untuk berhenti produksi hingga suplai kembali normal.
“Banyak (penggilingan) yang sudah tidak aktif. Ada yang mengatakan 40 persen tidak aktif,” kata Sutarto saat ditemui di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Perpadi mencatat, jumlah penggilingan padi kecil saat ini mencapai 160 ribuan atau yang mendominasi. Sementara kelas menengah sekitar 7.000 penggilingan dan skala besar ada 1.700 perusahaan.
Sutarto menegaskan, saat ini memang masih terjadi overkapasitas penggilingan padi di Indonesia. Pasalnya, kemampuan produksi padi tidak diikuti dengan jumlah pertumbuhan industri penggilingan padi di tiap-tiap daerah. Sebagai catatan, rata-rata produksi beras masih sekitar 30 juta ton dalam lima tahun terakhir, dengan capaian tahun 2022 lalu sebanyak 31,5 juta ton.
Oleh karena itu, Sutarto menilai, ketimbang pemerintah terus memberikan izin untuk pendirian penggilingan padi baru, lebih baik melakukan revitalisasi terhadap penggilingan yang ada saat ini. Sembari produksi beras terus diupayakan meningkat.
“Jumlah penggilingan padi kita itu terlalu berlebih. Makanya kita mengimbau pemerintah jangan membangun baru dan konsentrasinya di Pulau Jawa,” katanya.
Musim paceklil beras memang rutin....