REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah resmi memberikan pengakuan kepada sistem pendidikan di pondok pesantren. Salah satu konsekuensinya adalah alumni pesantren mendapat gelar akademik tersendiri yakni Sarjana Agama atau S.Ag.
Anggota Majelis Masyayikh, KH Abdul Ghofur Maimoen mengungkapkan, gelar akademik bagi alumni pesantren tinggi adalah setingkat S1 dan mendapat perlakuan yang sama dengan gelar lain di strata yang sama.
Kiai Ghofur mengatakan, tentang legalitas dan gelar bagi alumni pesantren menjadi salah satu pokok pembahasan dalam Sosialisasi Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren Salafiyyah Parappe, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Kamis (2/11/2023). Dalam acara yang mengambil tema "Profil Santri Indonesia, Dewan Masyayikh, dan Rancangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren" ini disebutkan, ijazah pesantren tidak boleh ditolak dengan dalih yuridis, kecuali yang bersangkutan memang gagal dalam seleksi masuk.
Kiai Ghofur menambahkan, pendidikan pesantren itu bersifat khas, seperti muadalah dan pendidikan diniyah yang statusnya pendidikan non formal. Akan tetapi negara telah memberikan pengakuan yang sama dengan pendidikan formal. Dengan adanya pengakuan ini, lulusan pesantren diharapkan tidak lagi ditolak saat melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi atau ketika mencari pekerjaan.
"Agar tidak ada lagi kesenjangan dan ketidakadilan dalam sistem pendidikan nasional, ijazah pesantren harus diakui dan setara dengan ijazah pendidikan lainnya," kata Kiai Ghofur dalam pesan tertulis yang diterima Republika, Kamis (2/11/2023).
Kiai Ghofur menyampaikan, terkait gelar bagi lulusan pesantren, pemerintah telah menetapkan titel Sarjana Agama atau S.Ag bagi lulusan Ma'had Aly atau pesantren tinggi. Gelar sarjana agama ini terkait disiplin ilmu yang dikembangkan Ma'had Aly diharuskan dalam satu rumpun keilmuan agama. Bahkan pemerintah telah menentukan bahwa satu Ma’had Aly hanya boleh mengembangkan satu saja program studi, di antara Ushul Fiqih, Hadits atau yang lain.
Kiai Ghofur menerangkan, gelar S.Ag ini dapat disandang alumni pesantren ketika telah menyelesaikan jenjang Ma'had Aly yang levelnya adalah S1. Ma’had Aly mengajarkan bidang studi hampir sama dengan UIN atau IAIN, yaitu seputar ilmu-ilmu keagamaan, namun dengan sistem, referensi, dan standar yang berbeda.
Untuk itu, Ma'had Aly tidak akan bertransformasi menjadi STAIN, IAIN, maupun UIN. Ma'had Aly akan terus berkembang dan tumbuh menjadi perguruan tinggi khas pesantren dengan spesifikasi keilmuannya masing-masing.
Direktur Pesantren Modern Ikatan Masjid Mushalla Indonesia Muttahidah (IMMIM) Makassar di Sulawesi Selatan, Nyai Amrah Kasim menambahkan, pada masa lalu banyak lulusan pesantren yang ditolak ketika mencoba melanjutkan pendidikan formal atau masuk ke institusi seperti Akademi Kepolisian (Akpol) atau Akademi Militer (Akmil).
"Jika saat ini masih berlangsung, maka itu pelanggaran hukum," kata Nyai Amrah.
Sebagai anggota Majelis Masyayikh, Nyai Amrah menegaskan, pesantren memiliki tanggung jawab kepada publik dengan menjaga kualitas pendidikannya. Maka dari itu pesantren bersama Majelis Masyayikh akan segera mewujudkan standar mutu pendidikan pesantren yang menjadi acuan kualitas alumninya.
Majelis Masyayikh adalah lembaga induk penjaminan mutu pesantren yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, dan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1154 Tahun 2021 tentang Majelis Masyayikh dan menetapkan sembilan orang anggota dari unsur pesantren di Indonesia.