Kamis 02 Nov 2023 20:22 WIB

Analis: Pasar Obligasi Berpotensi Menguat Memasuki 2024

Pergerakan obligasi juga akan tergantung dari kondisi pertumbuhan ekonomi dan inflasi

Pasar obligasi berpotensi menguat memasuki tahun 2024 seiring dimulainya siklus pemotongan suku bunga oleh bank sentral.
Foto: dokpri
Pasar obligasi berpotensi menguat memasuki tahun 2024 seiring dimulainya siklus pemotongan suku bunga oleh bank sentral.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chief Investment Officer Sinarmas Asset Management Genta Wira Anjalu mengatakan pasar obligasi berpotensi menguat memasuki tahun 2024 seiring dimulainya siklus pemotongan suku bunga oleh bank sentral.

"Dalam jangka pendek, volatilitas diperkirakan masih berlanjut seiring dengan volatilitas global, namun memasuki 2024 pasar obligasi berpotensi menguat," ujar Anjalu dalam acara webinar "Road To 2024: Market Outlook" yang digelar Sinarmas Sekuritas di Jakarta, Kamis (2/11/2023).

Baca Juga

Ia menjelaskan, pasar obligasi berpotensi menguat pada tahun depan dengan imbal hasil (yield) Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun mencapai 6,7 persen (base case) hingga 6,32 persen (optimist case).

Anjalau menyampaikan, pihaknya saat ini lebih menyukai obligasi korporasi karena durasi yang lebih pendek sehingga pergerakan harga lebih stabil di tengah volatilitas pasar global.

Selain itu, emiten-emiten obligasi korporasi di Indonesia mayoritas masih memiliki fundamental kredit yang baik seiring dengan lebih stabilnya perekonomian domestik dibandingkan dengan perekonomian global.

Menurut Anjalu, pergerakan instrumen obligasi juga akan tergantung dari kondisi pertumbuhan ekonomi maupun inflasi.

Menurut dia, dari skenario yang ada, jika kondisi konflik geopolitik menyebabkan perlambatan ekonomi yang dibarengi tingginya inflasi (stagflasi) maka akan berdampak tidak baik bagi pasar obligasi.

Namun, jika kondisi geopolitik menyebabkan resesi atau pertumbuhan menurun dan inflasi tidak naik, maka akan lebih bagus untuk pasar obligasi dibandingkan dengan pasar saham. 

"Kondisi yang bagus adalah tidak terjadi kenaikan inflasi yang lebih tinggi dan penurunan ekonomi yang cukup dalam," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement